Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia meyakini harga komoditas pangan tidak akan naik tajam sekalipun dampak El Nino terhadap musim kemarau diprediksi lebih parah tahun ini.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan perlambatan ekonomi China akan menahan pertumbuhan permintaan di Negeri Tirai Bambu itu sehingga dapat menjadi faktor penekan harga pangan di pasar internasional.
Seperti diketahui, China mematok pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya 7,5%, lebih lambat dari laju tahun lalu yang 7,7%, dan merupakan tingkat pertumbuhan paling lambat sejak 1999.
Perlambatan ekonomi otomatis mengerem konsumsi. Padahal, China selama ini adalah konsumen terbesar beras dan kedelai.
“Jadi, ada beberapa faktor yang tarik-menarik. Ada faktor yang membuat harga komoditas naik, ada pula yang membuat harga komoditas turun,” ujar Perry, Jumat (28/3/2014).
Gambaran itu membuat BI tetap mempertahankan proyeksi inflasi 4,5%±1 tahun ini sekalipun El Nino diperkirakan membawa dampak lebih parah, yakni kekeringan yang lebih panjang di sejumlah kawasan produsen pangan, seperti Brasil, Afrika Barat, dan sebagian Asia.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika pun menyampaikan potensi musim kemarau yang lebih panjang tahun ini sehingga mengganggu panen mulai pertengahan 2014.
Inflasi di Indonesia berpotensi melesat lebih tinggi dari proyeksi awal karena pemenuhan kebutuhan pangan masih bergantung pada impor, seperti gandum, kedelai, jagung, gula dan beras.
Perry mengemukakan realisasi harga komoditas pangan dan pemantauan terhadap pergerakan harga komoditas berjangka sejauh ini belum menunjukkan gejala kenaikan.
“Tapi kami akan pantau terus dari bulan ke bulan meskipun perkiraan inflasi akhir tahun kami sudah memperhitungkan gangguan produksi maupun distribusi pangan,” kata Perry.
Mengutip Bloomberg, Selasa (25/3/2014), 79% wilayah Queensland, negara bagian Australia, dilanda kekeringan, mengancam produksi gula dan kapas serta pemotongan ternak.
Produksi karet di Thailand, Indonesia dan Malaysia, pun anjlok 6% tahun ini karena cuaca kering, menurut International Rubber Consortium Ltd.
Kemarau juga mengganggu tanaman sawit di Indonesia dan Malaysia tahun ini.