Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sertifikasi Teh Baru Mencapai 40%

Sertifikasi industri teh rakyat saat ini baru mencapai 40% atau 8.000 hektare dari total lahan seluas 52.000 ha di Indonesia.
Perkebunan teh salah satu BUMN/Antara
Perkebunan teh salah satu BUMN/Antara

Bisnis.com, BANDUNG—Sertifikasi industri teh rakyat saat ini baru mencapai 40% atau 8.000 hektare dari total lahan seluas 52.000 ha di Indonesia.

Koordinator National Reference Group on Tea (NRG) atau Forum Sertifikasi Teh Indonesia (FSTI) Iyus Supriyatna mengatakan sertifikasi yang diberinama sertifikasi lestari ini baru tersebar di wilayah Jawa Barat 7.000 ha dan Jawa Tengah 1.000 ha.

“Sertifikasi lahan perkebunan teh rakyat baru mencapai 8.000 ha karena perkebunan yang cukup tersebar luas di Indonesia,” katanya kepada Bisnis, Rabu (26/3/2014).

Dia mengaku sertifikasi ini sudah dilakukan sejak 2007, yang dilakukan secara independent tanpa campur tangan pemerintah sehingga prosesnya cukup memakan waktu lama.

Menurutnya, sertifikasi lestari ini sudah memenuhi persyaratan pasar global antara lain Ethical Tea Partnership (ETP), Organic Certification, Rainforest Alliance dan UTZ Certified.

“Sertifikasi ini juga berlaku di pasar domestik, dimana produk teh yang sudah mendapat sertifikasi lestari sudah melalui uji keamanan pangan dan persyaratan lainnya,” ujarnya.

Menurutnya, setiap tahunnya penghasil teh menyuplai kebutuhan pasar domestik dan ekspor mencapai 20.000 ton.

Iyus juga menjelaskan teh domestik kian tertekan oleh hantaman impor dari sejumlah negara penghasil teh dunia antara lain Asia, Amerika, dan Eropa.

Dia menyebutkan sekitar 10.000 ton teh impor masuk ke pasar domestik tiap tahunnya.

“Nah, sertifikasi lestari ini terus kami genjot untuk menangkis dari serbuan impor yang membanjiri pasar domestik.

Selain itu, populasi pohon teh rakyat saat ini hanya sekitar 7.000 pohon, sementara idealnya petani harus memiliki 12.000 pohon.

Iyus menilai diperlukan adanya upaya bersama untuk mengganti areal perkebunan teh yang menyempit, serta pemadatan populasi tanaman secara bertahap.

Dia beralasan kendala peremajaan tidak dapat dilakukan petani akibat keterbatasan modal yang dimiliki. Sehingga, katanya, petani terpaksa hanya melanjutkan pohon teh yang sudah ada meskipun hasilnya tidak maksimal.

"Teknologi dan sumber daya alam juga harus dapat ditingkatkan agar kualitas produk teh bisa berdaya saing," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper