Bisnis.com, JAKARTA - Setelah melalui perdebatan alot selama proes penyusunannya, draf RUU Perdagangan pada akhirnya resmi direstui oleh kesembilan fraksi di Komisi VI DPR RI pada Senin (10/2/2014), meski ada beberapa catatan dari sebagian kecil fraksi.
Fraksi Demokrat, Hanura, Golkar, Gerindra, PDI-P, PAN, dan PPP secara telak menyetujui draf tersebut tanpa syarat dan memuji Kementerian Perdagangan atas keberhasilan menyusun payung hukum untuk perdagangan, yang merupakan tulang punggung perekonomian negara.
Di lain pihak, Fraksi PKB dan PKS menyepakati draf tersebut dengan beberapa catatan serta penolakan terhadap pasal-pasal tertentu yang dianggap perlu untuk dievaluasi kembali. PKB juga menuntut sosialisasi cepat dan taktis atas RUU Perdagangan itu.
PKB keberatan atas Pasal 24:2 yang mengatur perdagangan di tingkat daerah. Meski memuji semangat desentralisasi dari peraturan itu, partai Islam ini menuntut penghapusan ketentuan perizinan dagang oleh pemerintah pusat karena hal itu dinilai bukan wewenang pusat dan dapat sebenarnya didelegasikan kepada daerah.
Dalam pandangan mini fraksinya, partai berwarna dominan hijau itu juga secara tegas menolak Pasal 87 yang mengatur preferensi perdagangan untuk negara kurang berkembang karena dinilai dapat menghambat upaya untuk melindungi pasar dalam negeri.
PKS menuntut penegasan wewenang pemerintah dalam hal stabilisasi harga kebutuhan pokok, menghilangkan praktik monopoli dan oligopoli, membentuk perjanjian dagang internasional yang adil dan jauh dari nuansa liberal atau pasar bebas.
PKS juga menuntut penghapusan Pasal 3:4-5. “Hindari sistem informasi perdagangan yang asimetris untuk menghindari adanya kartel,” papar perwakilan mereka dalam pandangan mini fraksinya.
Menanggapi keberatan dari kedua fraksi itu, Wamen Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengakui bahwa itu adalah bagian yang tidak dapat dihindari dari sebuah proses politik. Pemerintah menganggap hal itu sebagai hal yang sah sebagai sebuah sikap politik.
Dia juga menyoroti penolakan PKB terhadap preferensi perdagangan untuk negara kurang berkembang. “Sebenarnya kalau kita lihat dari sudut pandang kesepakatan perdagangan internasional, memberikan preferensi kepada negara-negara kurang berkembang itu adalah sesuatu yang lazim dilakukan banyak negara,” ujarnya.
“Tentunya kita hormati sikap politik itu, tapi ini kan masih proses politik, bukan masalah teknis. Jadi kita lihat besok di paripurna bagaimana,” imbuh Bayu.
Ketua Komisi VI Airlangga Hartanto menjelaskan RUU Perdagangan terdiri dari 438 daftar inventaris masalah (DIM), yang mana 125 di antaranya telah disetujui sedangkan 315 DIM telah dibahas dalam rapat panitia kerja (panja).
RUU, yang terdiri dari 19 bab dan 122 pasal tersebut, akan disahkan setelah pembahasan tingkat II rapat paripurna di DPR RI yang akan diadakan Selasa (11/2/2014).