Bisnis.com, BANDUNG - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat menilai impor beras salah satunya dari Vietnam seharusnya tidak dilakukan seiring target surplus beras 10 juta ton yang dicanangkan pemerintah.
Ketua Harian HKTI Jabar Entang Sastraatmaja mengungkapkan adanya impor beras tersebut merupakan aib bagi pemerintah yang bertolak belakang dengan pencanangan surplus beras.
“Ilegal atau legal impor beras itu sudah menjadi aib bagi pemerintah. Padahal, Indonesia merupakan negara agraria yang menghasilkan beras cukup besar, namun tidak dikelola dengan baik,” katanya kepada Bisnis.com, Minggu (2/2/2014).
HKTI meminta persoalan ini secepatnya dibawa ke ranah hukum dengan melakukan pengusutan secara mendalam oleh berbagai pihak terkait. Karena dikhawatirkan hal seperti ini bisa kembali terulang terlebih saat ini jelang Pemilu 2014.
Dia menganggap wajar jika banyak pihak menyoroti kemunduran Gita Wirjawan dari jabatan Menteri Perdagangan yang akan mengikuti konvensi calon presiden dari Partai Demokrat disangkut pautkan dengan kasus ini.
“Banyak orang yang menuduh Gita Wirjawan harus bertanggungjawab atas impor beras ini. Pemerintah harus fokus dalam menindaklanjuti permasalahan tersebut, bukannya saling lempar tanggung jawab dan saling menyalahkan,” ungkapnya.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat berjanji mewaspadai bocornya beras produk impor masuk di kawasan DKI Jakarta, agar tidak beredar dan diperdagangkan di provinsi itu.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jabar Fery Sofwan mengaku sulit mengawasi beras impor yang sudah beredar di masyarakat. Namun pihaknya terus menindaklanjuti dengan memeriksa ke sejumlah pasar yang ada di Jabar kemungkinan merembesnya produk beras impor.
"Harus dicermati lagi barang yang sudah masuk di Indonesia tidak bisa dilarang, Antisipasi dinas [Disperindag] memberikan pengertian kepada petugas di pasar, jika sistem perdagangan impor beras sudah dilarang. Otomatis produk beras impor akan ditolak," katanya.
Menurutnya, beras produk impor hanya dapat dilihat dari cap kemasan beras (karung) gambar dan bahasa produk impor berbeda dengan produk beras lokal. Namun yang menjadi kekhawatiran kemungkinan beras impor itu dicampur dengan beras lokal akan sulit dibedakannya.
Oleh karena itu, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, Bea dan Cukai, serta dinas terkait perlu untuk memperketat produk beras impor yang masuk ke dalam negeri, agar tidak meresahkan petani dan pedagang di dalam negeri.
Disperindag mengakui memang ada beras khusus untuk kelas premium yang diperbolehkan impor. Namun jaminan beras tersebut harus berkualitas premium atau sama dengan beras yang beredar di pasar.
“Jadi, tidak hanya peran pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Perdagangan beserta dinas-dinas tingkat provinsi dan kota-kabupaten, tetapi juga peran Bea Cukai.” (Adi Ginanjar Maulana/Wandrik Panca)