Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cegah Investor Asing Kuasai Perkebunan Sawit

Kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Permentan No.98/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, dinilai sudah tepat untuk melindungi sektor ini dari penguasaan asing. Industri kelapa sawit dinilai sebagai industri strategis yang akan mendorong Indonesia menjadi negara maju.

Bisnis.com, JAKARTA — Kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Permentan No.98/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, dinilai sudah tepat untuk melindungi sektor ini dari penguasaan asing. Industri kelapa sawit dinilai sebagai industri strategis yang akan mendorong Indonesia menjadi negara maju.

Guru Besar Teknologi Pertanian IPB dan juga Pengamat Perkebunan E. Gumbira Sa’id menyatakan peranan strategis tersebut. “Potensi besar ini jangan sampai tidak dinikmati oleh bangsa Indonesia, karena itulah upaya pemerintah dalam rangka menjaga penguasaan oleh asing perlu didukung,” jelasnya kepada Bisnis, Kamis (16/1/2014).

Dia mencontohkan kesuksesan ekonomi Malaysia tidak lepas tata kelola perkebunan yang baik, terutama di sektor perkebunan kelapa sawit. “Malaysia sukses membangun negaranya karena mampu mengelola sektor ini dengan bak,” katanya.

Indonesia sendiri, jelasnya, sangat mungkin mengikuti jejak Malaysia tersebut, bahkan melampauinya. Saat ini, Indonesia sudah menjadi negara produsen utama beberapa komoditas perkebunan seperti kelapa sawit, karet, kakao dan juga kopi.

Meskipun demikian, Guru Besar yang memiliki gelar profesor ini mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam menerapkan kebijakan yang terkait pembatasan lahan, menurutnya perpanjangan moratrium ijin baru melalui Inpres No.6/2013 pada hutan alam primer dan lahan gambut, syarat dengan kepentingan politik.

Tidak seharusnya pemerintah menerapkan kebijakan yang berdasarkan kepentingan politik belaka karena jika hal ini terjadi sangat mungkin akan menghambat pertumbuhan industri. “Urusan politik jangan sampai mencampuri urusan ekonomi apalagi malah menghambatnya,” katanya.

Sebelumnya, dalam konferensi pers yang diselenggarakan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebutkan pada tahun ini, asosiasi akan mengusulkan revisi Permentan No.98/2013 tersebut dengan alasan menghambat pertumbuhan industri kelapa sawit nasional.

Sekretaris Jenderal Gapki Joko Supriyono secara tegas menyatakan hal itu. Dia menyebutkan pembatasan lahan yang ada dalam salah satu poin beleid tersebut tidak memiliki pijakan yang kuat, karena itulah sudah seharusnya direvisi.

“Setelah kita evaluasi hingga hari ini [Rabu,15/1/2014], tidak ada dasar kuat yang mendukung pembatasan tersebut, karena itu harus direvisi,” jelasnya.

Joko menolak jika dikatakan revisi beleid tersebut melanggar prinsip keadilan berusaha di sektor perkebunan kelapa sawit terutama untuk petani plasma dan rakyat, alasannya penerapan pembatasan ini tidak akan efektif mendorong kesejahteraan petani plasma ataupun rakyat.

Dia menjelaskan Gapki mendukung semua kebijakan yang terkait pengembangan petani plasma dan rakyat, seperti kewajiban membina petani plasma minimal 20% dari total luas lahan pengusahaan yang dimiliki suatu perusahaan.

Ketidak efektifan kebijakan pembatasan tersebut muncul karena untuk membangun perkebunan plasma minimal 20% dari luas lahan pengusahaan bukanlah perkara yang mudah, hanya perusahaan yang memiliki kapital besar yang mampu melakukan hal tersebut. “Kalau peraturannya seperti ini [pembatasan lahan], justru kontraproduktif dengan tujuan awal untuk membangun petani rakyat,” jelasnya.

Joefly J. Bachroeny, Ketua Umum Gapki juga menyatakan hal yang sama, pembentukan aturan-aturan tersebut cenderung emosional misalnya pernyataan pemerintah yang menyebutkan adanya lahan idle (terlantar) yang mencapai 7,3 juta ha telah mendorong pemerintah membuat aturan pembatasan tersebut. Namun, fakta di lapangan menyebutkan hal yang berbeda.

“Dari 7,3 juta ha lahan yang dinyatakan idle tersebut, hanya 14.000 ha saja yang dinyatakan clear and clean atau dapat digunakan, sementara sisanya masih terkendala dan tidak dapat digunakan,” jelasnya.

Joefly menyebutkan pembangunan industri kelapa sawit nasional berada di tangan pengusaha yang terdiri dari pengusaha besar, menengah dan kecil. Ketiga stakeholder ini harus berjalan secara seimbang, pembatasan terhadap salah satu sektor akan menyebabkan ketidak stabilan usaha di sektor ini.

Dia pun tidak yakin roadmap pemerintah yang menargetkan produksi kelapa sawit pada 2020 mencapai 40 juta ton tidak akan tercapai.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper