Bisnis,com.JAKARTA--Penjualan produk farmasi di dalam negeri tahun ini diproyeksikan mencapai Rp54 triliun atau naik 12%-13% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Farmasi (GP Farmasi) Darojatun Sanusi mengemukakan seiring berjalannya program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan tahun ini proyeksi omset penjualan obat bisa naik dibandingkan tahun lalu.
"Adanya BPJS ini kami harapkan kenaikan cukup bagus. Bagi [perusahaan farmasi] yang ikut di dalam supply Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memang omzetnya tinggi, tapi labanya kecil. Ini karena diberlakukan E-catalog seperti sistem lelang," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (15/1/2014).
Darojatun menyebutkan kondisi pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) turut berpengaruh besar terhadap produksi obat. Bahkan, produsen obat tahun terpaksa menaikkan harga jual obat antara 3%-7%.
Namun kenaikan harga obat tadi tergantung masing-masing perusahaan dalam memasok bahan baku. Artinya, perusahaan yang telah menyetok bahan baku sebelum adanya pelemahan rupiah akan menjual produk dengan harga tetap.
"Kalau pengusaha membeli bahan bakunya belakangan ini, mau tidak mau ya harus menaikkan harga jual obat karena terdampak penguatan dolar. Nah, kemungkinan [perusahaan] yang supply ke pemerintah harganya tetap, bahkan harganya ada yang turun atau tergantung mekanisme tender yang dilakukan dalam lelang," paparnya.