Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permintaan Obligasi Valas Tinggi, Investor Asing Abaikan Tapering

Permintaan terhadap obligasi valas Indonesia yang melonjak 4,4 kali mencapai US$17,5 miliar menunjukkan kepercayaan investor asing terhadap Indonesia masih tinggi sekalipun didera isu eksternal pengurangan stimulus moneter Amerika Serikat.
Ilustrasi Obligasi/Jibi
Ilustrasi Obligasi/Jibi

Bisnis.com, JAKARTA – Permintaan terhadap obligasi valas Indonesia yang melonjak 4,4 kali mencapai US$17,5 miliar menunjukkan kepercayaan investor asing terhadap Indonesia masih tinggi sekalipun didera isu eksternal pengurangan stimulus moneter Amerika Serikat.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Tbk Destry Damayanti mengatakan kepastian mengenai tapering the Federal Reserve tidak menyurutkan minat asing mengoleksi global bond Indonesia.

Dari total penawaran yang masuk, pemerintah melepas US$4 miliar, masing-masing US$2 miliar untuk seri RI10124 bertenor 10 tahun dan seri RI10144 bertenor 30 tahun.

Untuk seri RI10144, 66% didistribusikan untuk investor AS, 17% Eropa, 6% Asia dan 11% untuk investor di Indonesia. Adapun untuk seri RI0 144, 70% didistribusikan untuk investor AS, 16% Eropa, 11% investor Asia dan 3% Indonesia.

“Jadi, sebenarnya isu tapering tidak perlu kita khawatirkan,” katanya, Rabu (8/1/2012).

Namun, kupon yang ditawarkan pemerintah 5,87% untuk seri RI10124 dan 6,75% untuk seri RI10144 atau lebih tinggi dibandingkan dengan yang telah berada di pasar.

Menurut data Bloomberg, obligasi valas Indonesia yang jatuh tempo 2023 dan 2043, masing-masing memiliki imbal hasil 5,78% dan 6,46%.

Destry menilai penawaran kupon yang lebih tinggi itu wajar mengingat obligasi pemerintah AS atau US Treasury Bond 10 tahun yang mengarah ke 3%.

“Itu semua tergantung market condition seperti apa. Kami melihatnya cukup reasonable ya dengan kondisi sekarang. Spread yang 10 tahun itu dengan US Treasury bond sekitar 200-an basis poin,  sesuai CDS (credit default swap) kita,” jelasnya.

Namun, Destry mengingatkan kepercayaan investor itu perlu dijaga dengan konsistensi pemerintah mengimplementasikan kebijakan pendalaman pasar melalui penerbitan instrumen baru di pasar utang.

“Di samping itu, kebijakan di sektor riil perlu dijalankan untuk memberi confidence ke pasar,” ujarnya.

Menurutnya, keputusan pemerintah untuk mengebut target pembiayaan pada awal tahun (front loading) sudah tepat mengingat ketidakpastian bakal meninggi menuju tengah tahun, seperti negosiasi batas utang (debt ceiling) di Negeri Paman Sam dan Pemilu di Tanah Air.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper