Bisnis.com, JAKARTA –Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai sistem lelang elektronik (e-Procurement) masih menyisakan sejumlah celah korupsi pada pengadaan barang/jasa.
Peneliti Divisi Investigasi ICW Tama S. Langkun mengatakan potensi korupsi terbesar hingga saat ini masih didominasi oleh pengadaan barang/jasa sehingga adanya lelang elektronik merupakan pertanda positif untuk mengurangi penyelewengan pengadaan barang/jasa.
“Salah satu tujuan utama lelang eletronik ini adalah untuk mengurangi intensitas pertemuan antara penawar dan panitia pengadaan, tetapi justru menciptakan peluang lainnya,” ujarnya Selasa, (7/1/2014).
Berdasarkan pemantauan ICW pada 2013 di tiga kota yaitu Denpasar, Banda Aceh, dan Blitar terdapat lima peluang pada pengadaan barang jasa melalui lelang elektronik.
Selain itu, pemantauan juga dilakukan melalui website www.opentender.net yang merupakan kerjasama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk transparansi proses tender pengadaan barang/jasa.
Pertama, masih ditemukannya intervensi kepala daerah kepada panitia pengadaaan atau unit layanan pengadaan di setiap kota. Temuan itu mengindikasikan kepala daerah masih memegang pengaruh yang cukup besar terhadap pengadaan barang/jasa sehingga peluang korupsi masih besar.
Kedua, penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang diperkirakan rawan penggelembungan atau mark up.
Ketiga, spesifikasi dan pemaketan yang mengarah pada penawar (bidder) tertentu sehingga monopoli atas bidder tertentu masih dimungkinkan melalui lelang elektronik ini.
Keempat, kualitas barang yang dipilih ternyata rendah, padahal sistem lelang eletronik memiliki database yang memuat riwayat bidder tersebut.
Kelima, pengaturan bandwith internet untuk mereduksi keterlibatan bidder lain sehingga bisa memonopoli sistem untuk memenangkan pengadaan barang/jasa.
ICW mencatat sepanjang 2013 kasus korupsi yang melibatkan pengadaan barang/jasa telah menjerat 606 orang yang melibatkan pejabat/pegawai pemerintah daerah sebagai pelaku utama.