Bisnis.com, JAKARTA - Pebisnis di industri alat berat menyayangkan belum maksimalnya penyerapan kendaraan yang diproduksi di dalam negeri. Hingga kini, sekitar 40%-50% kebutuhan alat berat tetap mengandalkan pasokan impor.
Ketua Umum Asosiasi Industri Alat Besar di Indonesia (Hinabi) Partjojo Dewo berpendapat volume impor pada tahun depan takkan jauh berbeda dibandingkan tahun ini. Pengusaha memperkirakan jumlahnya akan tetap besar.
"Kami memproduksi [di dalam negeri] sekitar 6.500 unit. Demand di tahun ini sekitar 13.000-14.000 unit, artinya yang bisa dipenuhi dari dalam negeri [paling banyak] baru 60%, sisanya impor sekitar 50%," tuturnya kepada Bisnis hari ini, Rabu (11/12/2013).
Hinabi menilai, besarnya volume pembelian kendaraan alat berat dari luar negeri terdorong pembebasan bea masuk (bea masuk ditanggung pemerintah / BMDTP). Sedangkan impor komponen untuk kegiatan produksi di dalam negeri tetap kena pajak.
Alhasil, harga jual produk impor cenderung lebih murah. Ini berujung kepada pelemahan daya saing produksi lokal.
Demi menekan pembelian dari luar negeri, perlu ada pengutamaan pemakaian kendaraan buatan lokal pada berbagai proyek pemerintah.
Partjojo mengatakan impor kendaraan alat berat banyak datang dari Amerika Serikat, China, termasuk negara anggota Asean seperti Thailand.
"Indonesia pasar yang terus tumbuh untuk industri alat berat, karena pembangunan infrastruktur terus berkembang. Jadi, semua produsen akan lari ke sini padahal demand di dalam negeri turun," ucapnya.