Bisnis.com, JAKARTA - Revisi Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 yang sedang dilakukan DPR sebaiknya memasukkan pasal-pasal pemisahan secara tegas pengelolaan minyak dan gas, sehingga pemenuhan kebutuhan energi nasional dapat lebih optimal dan efisien.
"Saat ini pengelolaan dan pemanfaatan migas untuk kepentingan nasional belum optimal, akibat masing-masing pemangku kepentingan di sektor itu tidak fokus," kata Sukardi Rinakit, pengamat kebijakan publik yang juga Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicated (SSS), Kamis (5/12).
Saat berbicara dalam diskusi bertajuk Revisi UU Migas dan Urgensi Pemisahan Pengelolaan Migas Nasional, Sukardi mengatakan revisi UU Migas harus mendorong adanya resume of power atau pemusatan kekuasaan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dua BUMN yang saat ini sudah menjalankan fungsi-fungsi pengelolaan migas tersebut adalah PT Pertamina (Persero) dan PT PGN (Persero) Tbk.
Pertamina sebagai BUMN yang menjalankan fungsi pengelolaan minyak bumi mulai hulu ke hilir, harus didorong untuk fokus meningkatkan kapasitasnya di bidang itu lewat konsolidasi, pembenahan internal, perbaikan dan pembangunan infrastruktur, pengembangan serta kemampuan.
Demikian pula dengan PGN yang saat ini sudah menjalankan fungsi-fungsi pengelolaan sumber daya alam gas. Karena suatu hasil yang baik, memang menuntut adanya konsolidasi internal dan profesionalisme.
"Pertamina fokusnya di minyak, ya fokus garap minyak saja. PGN profesional di bidang gas, ya fokus garap gas saja," ujarnya.
Jika gas sisi hulu ditangani Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), PGN fokus saja di hilirnya. Dengan demikian, semua daerah kebagian gas. "Sementara Pertamina fokus bangun kilang minyak, untuk kurangi impor BBM (bahan bakar minyak)," kata Sukardi.
Pendapat senada diungkapkan analis sektor energi, Hidayat Tantan bahwa pemisahan rezim pengelolaan minyak dan rezim pengelolaan gas merupakan realitas kebutuhan saat ini. Karena harus diakui bahwa era minyak sebagai primadona sudah berakhir dan justru gas yang saat ini menjadi primadona serta harapan masa depan energi Indonesia.
"Jadi pengelolaan gas ini harus fokus, dan gas harus menjadi titik perhatian utama penyediaan energi di Indonesia," katanya.
Terlebih diversifikasi dari gas cukup luas, meliputi sumber gas konvensional dan non konvensional seperti Coal Bed Methane (CBM), gas hydrat, dan lain sebagainya. Belum lagi persoalan pasar dan penggunanya. "Ini harus mendapatkan perhatian dan pengelolaan yang fokus," tegasnya.
Hidayat Tantan mengaku prihatin, karena meskipun perannya sangat penting, tetapi pengelolaan gas masih diperlakukan seperti 'anak tiri'.
"Katanya kita kurang infrastruktur, tapi tidak terlihat usaha yang serius untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur gas tersebut. Jangan-jangan infrastruktur gas ini sengaja lambat dibangun, agar tetap ada alasan untuk Indonesia mengekspor gas," katanya.
Revisi UU Migas, Pengelolaan Minyak dan Gas Sebaiknya Dipisah
Revisi Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 yang sedang dilakukan DPR sebaiknya memasukkan pasal-pasal pemisahan secara tegas pengelolaan minyak dan gas, sehingga pemenuhan kebutuhan energi nasional dapat lebih optimal dan efisien.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Konten Premium