Bisnis.com, JAKARTA-- Indonesia tidak berambisi mengejar surplus transaksi berjalan dalam waktu singkat dengan pertimbangan mengutamakan stabilitas yang berkelanjutan.
Gubernur Bank Indonesia Agus D.W.Martowardojo mengatakan defisit perlu tetap diberi ruang, tetapi tetap diarahkan pada level yang berkelanjutan, yakni di kisaran 0,25%-2,5% terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Dalam jangka pendek, kita tidak harus membalikkan keadaan current account deficit menjadi surplus karena dapat menyebabkan ekonomi jadi hard landing," katanya, Rabu (27/11/2013).
Perkembangan terakhir, BI mencatat defisit transaksi berjalan kuartal III/2013 sebesar US$8,4 miliar atau 3,8% terhadap PDB, melengkapi defisit transaksi berjalan yang sudah berlangsung 8 kuartal atau 26 bulan.
Bank sentral memperkirakan defisit transaksi berjalan tahun ini masih berlanjut di atas 3% pada tiga bulan terakhir tahun ini, lalu menyempit di bawah 3% pada 2014 dan mencapai 2% pada 2015.
Agus menyampaikan pembiayaan transaksi berjalan ke depan harus berasal dari sumber yang lebih permanen, seperti investasi langsung (foreign direct investment). Meskipun demikian, investasi itu harus yang berorientasi ekspor dan bernilai tambah tinggi.
“Perbaikan current account deficit tidak boleh ditunda lagi,” tutur Agus yang mantan Menkeu.
Dari sisi kebijakan moneter, BI telah lima kali menaikkan suku bunga acuan sejak Juni dari 5,75% ,menjadi 7,5% untuk memperlambat permintaan kredit yang berkaitan dengan impor.
Pengetatan itu diharapkan mampu mempersempit defisit transaksi berjalan yang selama ini mengundang sentimen negatif dari pasar.