Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah pemerintah daerah (Pemda) mengaku belum terpengaruh dengan kebijakan mobil murah (Low Cost Green Car/LCGC) yang dicanangkan pemerintah pusat ditengah komitmen untuk mendorong penyediaan angkutan umum yang murah dan terintegrasi .
Gubernur Provinsi Bali Made Mangku Pastika mengatakan selama belum ada cetak biru terkait kebijakan LCGC, pemda tetap manjalankan berbagai kebijakan untuk mendorong sistem transportasi umum perkotaan di Bali.
“Setahu saya itu kan untuk pedesaan, jadi gak masalah itu. Di desa gak akan macet,”ungkapnya di Jakarta, Rabu (20/11/2013).
Dia menekankan kebijakan LCGC tersebut justru diusahakan untuk sinkron dengan kebijakan pemda dalam menciptakan angkutan murah yang terintegrasi guna mengurangi kemacetan di perkotaan, khususnya di Badung, Tabanan, Denpasar, dan Gianyar.
“Palingan berapa sih yang bakal laku mobil di desa. Itu gak perlu dikhawatirkan lah,”tegasnya santai.
Apalagi, dalam waktu dekat dirinya telah mewacanakan moratorium pendaftaran mobil bekas dan mobil baru untuk membatasi kepemilikan mobil di Provinsi Bali.
Walaupun terdengar cukup ekstrim, dia menyatakan kebijakan seperti itu penting untuk menjaga iklim pariwisata di Bali.
Selain itu, dia juga merencanakan membuat peraturan untuk membatasi pembangunan hotel di Bali.”Bali kan jualannya pariwisata, kalo turis udah gak nyaman dengan keadaan Bali yang sumpek, pemerintah wajib turun tangan,”jelasnya.
Di lain pihak, Walikota Bandung Ridwan Kamil justru mengkhawatirkan kebijakan LCGC di daerahnya yang terkenal dengan kemacetan layaknya Jakarta.
Menurutnya, hampir 80% masyarakat Bandung telah memiliki angkutan pribadi sehingga kemacetan juga tak terhindarkan.
“Kalo LCGC jadi diimplementasikan, kota metropolitan seperti Bandung malah kerepotan,”ungkapnya.
Dia mendesak pemerintah pusat untuk segera mengeluarkan cetak biru untuk memastikan zonasi LCGC tidak melintasi kawasan perkotaan karena dikhawatirkan menciptakan multiefek berkepanjangan dan kontradiksi dengan upaya pemda untuk mendorong angkutan umum murah dan terintegrasi.
Padahal, pemda Bandung tengah berupaya keras dalam menciptakan dan menambah moda transportasi umum murah dan terintegrasi untuk mengurangi kepemilikan kendaraan bermotor pribadi.
“Kami targetkan dalam 5 tahun ke depan, Bandung akan memiliki kereta kabel, monorail, dan bis yang saling terintegrasi senilai Rp10-15 triliun,”jelasnya.
Kebijakan tersebut, tuturnya, tidak hanya melibatkan pemda Bandung, tetapi juga investor swasta yang telah tertarik berinvestasi pada pembangunan kereta kabel dan monorail.
Menteri Bappenas Armida Alisjahbana mengungkapkan urgensi penyediaan transportasi massal untuk menghadapi urbanisasi yang bertambah pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Dia memperkirakan penduduk Indonesia di perkotaan akan tumbuh lebih dari 60% sehingga permasalahan mobilitas perkotaan menjadi semakin kompleks.
Di wilayah perkotaan dengan penduduk di atas 500.000 jiwa, penyediaan angkutan massal adalah kewajiban sedangkan untuk perkotaan dengan penduduk di bawah 500.000 jiwa dibutuhkan infrastruktur dengan mempertahankan harga yang murah dan kualitas aksesbilitas penduduk.
Dalam rancangan teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah nasional 2015-2019 yang tengah dirancang Bappenas, isu transportasi perkotaan akan mendapat perhatian khusus.
“Isu prioritas itu adalah tingginya konsumsi bahan bakar, emisi gas buang, rendahnya pelayanan angkutan umum, kurangnya fasilitas pejalan kakai, dan kesenjangan sosial,”katanya.
Tidak hanya itu, dia menekankan upaya penyediaan transportasi massal yang murah dan terintegrasi antara pemerintah pusat dan pemda harus saling melengkapi sehingga kebijakan yang diupayakan berjalan terarah dan tepat sasaran. (ra)