Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan Ekonomi 2014: Butuh Kerja Keras Untuk Capai 6%

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menyatakan butuh kerja keras untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 6% pada 2014, di tengah ketidakpastian global serta ancaman pelambatan akibat kebijakan pengetatan yang dilakukan bank sentral sejak Juni 2013.

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menyatakan butuh kerja keras untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 6% pada 2014, di tengah ketidakpastian global serta ancaman pelambatan akibat kebijakan pengetatan yang dilakukan bank sentral sejak Juni 2013.

Bambang Brodjonegoro, Wakil Menteri Keuangan, mengatakan pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi 6% pada 2014 masih dapat dicapai. Target tersebut akan diperjuangkan pemerintah dalam rancangan APBN 2014 yang masih di bahas di DPR.

“Saya katakan di DPR bahwa pertumbuhan 5,5% tidak membutuhkan effort. Kalau 5,75% butuh moderate effort, sementara 6% butuh extra effort,” ujarnya dalam Seminar Economic Outlook 2014 yang digelar Bank CIMB Niaga, Kamis (10/10/2013).

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi 6% wajib diraih untuk mencapai  target pengurangan pengangguran dan kemiskinan. “Kalau pertumbuhan ekonomi 6% tidak tercapai, mungkin baik bagi sektor keuangan, tapi tidak baik bagi ekonomi pembangunan.

Di hadapan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara dan Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, Bambang juga meminta bank sentral tidak melanjutkan pengetatan moneter yang telah dilaksanakan sejak Juni lalu karena akan mengorbankan pertumbuhan ekonomi.

“Kebijakan moneter cukup sampai sini saja. Kalau terus menaikan BI Rate maka efeknya berat buat pertumbuhan,” ujarnya

Menurutnya, kebijakan moneter harus sinkron dengan kebijakan fiskal yang saat ini sedang memerangi kemiskinan dan ketimpangan sosial. Kemiskinan di Indonesia mencapai 11% total populasi, sedangkan pengangguran mencapai 6%.

“Kalau sekedar memperbaiki defisit transaksi berjalan dengan mengorbankan pertumbuhan, akibatnya kita susah mengurangi kemiskinan,” ujarnya.

BI telah menggunakan instrumen moneter utama, yakni menaikan suku bunga acuan sebesar 150 basis poin menjadi 7,25% guna mengendalikan inflasi, tekanan nilai tukar Rupiah serta defisit transaksi berjalan.

Seusai seminar, Mirza yang akan meninggalkan lokasi enggan menjawab pertanyaan wartawan yang meminta konfirmasi atas pernyataan Wakil Menteri Keuangan. Dia bergegas meninggalkan lokasi karena mengaku memiliki acara lain.

Namun dalam seminar, Mirza sempat menyampaikan bahwa kebijakan penaikan BI Rate harus ditempuh untuk menyiapkan ekonomi nasional  menangkap peluang perbaikan ekonomi global.

“Kita minum pil agak pahit sekarang, demi badan lebih sehat pada 2014.  Jadi pada 2014 kita bisa menangkap recovery ekonomi  global, seperti di AS, Eropa, dan China,” ujarnya

Dalam seminar tersebut, Mirza sempat menyampaikan bank sentral menargetkan defisit transaksi berjalan pada 2014 bisa turun di bawah 3% dari produk domestik bruto, setelah dilakukan langkah pengetatan untuk mengerem laju impor.

“Kami berusaha defisit transaksi berjalan bisa di bawah 3%. Syukur-syukur kalau bisa di bawah 2,5%. Namun masyarakat akan senang kalau defisit bisa berada pada 2,5—2,7% pada 2014,” ujarnya.

Sementara itu Kepala Ekonom Bank CIMB Niaga Winang Budoyo Bank CIMB Niaga memproyeksi ekonomi Indonesia pada tahun politik 2014 akan tumbuh 5,5%, yang ditopang oleh tingginya konsumsi domestik terutama menjelang perhelatan lima tahunan, pemilihan umum.

Proyeksi tersebut lebih pesimis dibandingkan dengan perkiraan BI sebesar 5,8%-6,2%, meskipun lebih tinggi dibandingkan Bank Dunia sebesar 5,3% dan Dana Moneter Internasional (IMF) 5,25%. “Pendorong pertumbuhan ekonomi masih konsumsi domestik dan sedikit ada pertolongan dari Pemilu,” jelasnya.

Sementara itu, dia memprediksi ekspor Indonesia masih sulit tumbuh karena masih didominasi oleh barang komoditas yang sangat tergantung pada harga global. “Dengan pertumbuhan 5,5%, maka Indonesia bisa menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar kedua, setelah China yang diprediksi IMF sebesar 7,3%, sementara India sekitar 3,8%,” ujarnya.

Menurut Winang, tantangan pada 2014 adalah menjaga kestabilan Rupiah yang mungkin akan mendapatkan tekanan dari gejolak global seperti pengurangan stimulus moneter oleh The Fed. Selain itu, dia mengharapkan pemerintah bisa menjaga pasokan dan distribusi pangan agar inflasi lebih terkendali.

“Tahun depan Indonesia juga butuh kestabilan, bukan hanya ekonomi namun juga politik terutama dalam pelaksanaan Pemilu,” ujarnya.

Winang menambahkan pertumbuhan kredit perbankan nasional diprediksi pada kisaran 15%--18%, yang akan mengikuti pada kondisi ekonomi nasional. “Pertumbuhan tersebut akan membuat perbankan lebih sehat,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper