Bisnis.com, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) Tbk menyatakan siap mengubah transaksi pembelian minyak dari pasar spot ke pasar forward untuk melindungi diri (hedging) dari kemungkinan fluktuasi harga.
"Kalau SOP-nya jelas, sistemnya jelas, perintahnya jelas, ya pasti kami siap. Tinggal payung hukum saja," kata Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (12/9/2013).
Karen menuturkan pihaknya baru saja mengikuti rapat di kantor Kemenkopolhukam untuk melihat basis hukum dan mempelajari standar operation prosedur rencana peralihan itu.
Hal itu dilakukan untuk merumuskan payung hukum yang kelak akan menjadi pelindung bagi Pertamina dalam melaksanakan kebijakan tersebut.
"Itu yang sedang kami kerjakan bersama Pak Menteri BUMN [Dahlan Iskan]. Payung hukumnya. Kami juga harus bicara dengan Bank Indonesia tentang SOP hedging itu. Kemudian harus ada surat perintah untuk Pertamina. Nah itu yang harus dipersiapkan sebelumnya," ujar Karen.
Karen menegaskan keuntungan yang didapat dari pengalihan tersebut bukan berupa penghematan melainkan keamanan dari fluktuasi harga. Dengan demikian, nilai transaksi minyak pun akan terlindung dari gejolak nilai tukar seperti yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
Dalam rapat kabinet tim ekonomi pada Selasa (10/9/2013) malam lalu, pemerintah memang menginginkan Pertamina mengalihkan transaksi pembelian minyak impor dari pasar spot dan ke pasar forward.
Hal itu dilakukan lantaran ketergantungan yang tinggi terhadap fluktuasi nilai tukar. Dengan peralihan tersebut, perentah berharap dapat mengurangi beban pembayaran yang harus dikeluarkan oleh perusahaan pelat merah itu sehingga pada akhirnya dapat mengatasi persoalan current account defisit yang disebabkan oleh melonjaknya nilai impor minyak.
Sebagaimana diungkapkan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, kebutuhan dolar untuk keperluan membeli minyak impor dapat mencapai US$200 juta sampai US$250 juta per hari.