Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Kehutanan mengimbau pengusaha hutan produksi mengembangkan spesies, menjalin kemitraan, dan mengembangkan pasar guna menjawab tantangan industri kehutanan.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menuturkan saat ini industri hak pengusahaan hutan (HPH) tidak bisa lagi menjalankan bisnis seperti pada era 1970-1980. Kendati memiliki keunggulan komparatif, kalangan industri diharapkan jeli untuk berkreasi dan berinovasi.
Inovasi tersebut, imbuhnya, dapat dilakukan melalui tiga cara. Pertama, mengembangkan tanaman yang cepat panen (fast growing) dengan masa tanam 5-10 tahun. Namun, spesies tanaman yang dikembangkan harus mempertimbangkan minat pasar, seperti Sengon dan Jambon.
"Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, masyarakat dengan lahan hanya satu hektare bisa untung dengan tanam sengon, masa yang kelola 10.000-15.000 ha tidak bisa untung," kata Zulkifli di sela sarasehan nasional terkait hutan produksi, Rabu (4/9/2013).
Cara kedua, lanjut Menhut, yakni dengan melakukan kolaborasi antara industri dengan masyarakat setempat. Menurutnya, pengusaha hutan produksi harus mampu menjalin kemitraan dengan masyarakat setempat guna meningkatkan kesejahteraan kedua belah pihak.
"Ketiga dengan mengembangkan pasar. Jangan hanya mengandalkan pasar kayu-kayu alam, kayu meranti, merbau, sengon, jabon, jati putih juga laku keras sekarang," tutur Zulkifli.
Selain pasar kayu, pelaku usaha dapat menggarap pasar energi baru dan terbarukan biomassa, seperti pelet kayu (wood pellets) dan wood chips.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Irsyal Yasman menilai pengembangan tanaman cepat tumbuh merupakan alternatif yang potensial. Namun, pelaku bisnis membutuhkan kejelasan dan kemudahan regulasi.
“Misalnya cukup dengan merevisi Rencana Kerja Umum (RKU) IUPHHK sehingga pengembangan tanaman cepat tumbuh bisa segera dilaksanakan,” kata Irsyal.