Bisnis.com, JAKARTA- Kenaikan harga jual produk elektronik terus terjadi sejak Juli hingga September, disebabkan pelemahan rupiah yang masih berlangsung.
Ketua Electronic Marketeers Club (EMC) Rudyanto mengatakan sejak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat beranjak dari level sekitar Rp9.000 menjadi Rp10.000, pihaknya sudah melakukan penaikan harga jual produk elektronik. Kemudian, pelemahan rupiah terus terjadi dan Agustus, rupiah menyentuh angka Rp11.000 membuat produsen kembali menaikkan harga jual produk.
“Kami sudah mengikuti sejak Juli lalu. Bahkan sebelumnya, ketika harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi naik, kami juga ikut naik. Sekarang, September kami naik lagi,” kata Rudy ketika dihubungi Bisnis, Minggu (1/9/2013).
Adapun kenaikannya, lanjut Rudi, sudah 10% sejak pertama kali dilakukan penaikan harga jual. Menurutnya, kenaikan sebesar 10% cukup wajar ditengah pelemahan rupiah terhadap dolar yang sudah mencapai 21%. Selain itu, 50% komponen elektronik diperoleh dari impor, sehingga tidak mungkin industri bertahan tanpa melakukan penaikan harga.
Kondisi perekonomian yang kurang membaik saat ini berdampak juga pada penjualan produk elektronik. Menurut Rudy, banyak masyarakat yang menunda pembelian, khsuusnya dari kalangan menengah. “Kita harapkan tidak berlangsung lama, tingkat kebutuhan masih cukup tinggi soalnya. Saat ini, kami membutuhkan kepastian dan kestabilan nilai tukar rupiah,” katanya.
Ketua Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Ali Oetoro mengatakan pelemahan rupiah yang terjadi saat ini memberikan dampak kenaikan biaya produksi/impor barang elektronika. Hal ini membuat harga jual produk idealnya selaras dengan pelemahan rupiah. Namun biasanya, lanjutnya, pasar tidak bisa menerima kenaikan besar sehingga harus dibuat bertahap.
“Untuk produk impor kenaikan biaya linear, kalau produksi dalam negeri bisa sedikit lebih rendah, karena ada elemen rupiahnya,” katanya.