Bisnis.com, JAKARTA - Menjelang pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang RAPBN 2014 di hadapan para anggota DPR dan DPD, tim redaksi Bisnis Indonesia mewawancarai Menteri Keuangan Chatib Basri pada Kamis (15/8/2013). Pak Dede, begitu panggilan akrab Menkeu, menjawab seluruh pertanyaan dengan lugas. Berikut petikannya yang dibuat secara berseri:
Arah strategi fiskal dari RAPBN 2014 kemana?
Sebelum saya jawab pertanyaan rinci mengenai RAPBN 2014, mungkin bagus jika saya kasih perspektif background bagaimana APBN ini sebagai instrumen dari fiskal di-setup.
Instrumennya apa saja?
Kita harus lihat Indonesia dari perspektif yang lebih panjang, tidak hanya 2014.
Fenomena yang dihadapi Indonesia jangka panjang, satu situasi global, harga komoditas itu fluktuasinya sangat luar biasa.
Kemudian, kita juga melihat perkembangan di AS apa yang dinamakan shale gas. Di mana harga energi bisa turun mungkin sehingga kmoditas bisa turun juga.
Selama bertahun-tahun Indonesia itu praktis diuntungkan oleh 'buruh murah'. Sesuatu yang saya kira kalau negara maju tidak akan terus menerus diandalkan.
Jadi ini konteks yang harus dilihat dalam melihat Indonesia itu mau dibawa ke mana?
Tentu APBN sebagai instrumen fiskal, harus mendukung apa yang mau kita tuju. Indonesia di masa depan adalah yang disebut sebagai ketujuh terbesar di dunia menurut Mc Kenzie, itu tidak bisa kalau hanya tergantung hanya kepada sumber daya alam dan buruh murah.
Kita tarik ke belakangan di tahun 1980-an ada tiga negara yang menjadi negara menengah seperti kita, yaitu Brasil, Afsel, dan Korsel.
Di antara tiga ini hanya Korsel yang jadi negara industri. Brasil dan Afsel bertahan kira-kira sebagai middle income karena resources rich countries.
Mereka masuk middle income trap. Karena itu Indonesia tidak boleh mengulangi hal ini. Kita punya potensi.
Kalau Bisnis Indonesia bilang kesempatan emas, momentum emas, kesempatan yang hilang.
Kita tidak boleh sia-siakan kesempatan itu karena kita punya bonus demografi.
Kan harus ada langkah-langkah mengubah komposisi pertumbuhan?
Nah, tentu komposisi growth berubah karena faktor swasta, akan tetapi tentu ada peran pemerintah melalui fiskal yang harus jadi instrumen membantu transformasi ke sana.
Cuplikan wawancara selanjutnya:
SAYA SELALU MENGORBANKAN PAK GITA WIRJAWAN