Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah memastikan penandatanganan kontrak kerja sama (production sharing contract/PSC) pengembangan Blok East Natuna di Kepulauan Riau dilakukan tahun ini.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengatakan pemerintah tinggal menyelesaikan tax holiday atau pembebasan pajak untuk kurun waktu tertentu. Setelah Kementerian Keuangan menyelesaikan insentif itu, PSC dapat langsung diselesaikan dan ditandatangani.
“Kami sedang finalkan dengan Kementerian Keuangan, begitu selesai dengan Menteri Keuangan, kami akan proses PSC-nya. Targetnya memang selesai tahun ini,” katanya di Jakarta, Selasa (13/8/2013).
Wacik mengungkapkan tax holiday akan diberikan setelah blok gas itu mulai berproduksi pada 2024, dengan masa waktu 5 tahun. Dengan begitu, tax holiday yang diberikan kepada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) akan berakhir pada 2029.
Edy Hermantoro, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, mengatakan tax holiday dari pemerintah tidak akan diberikan saat PSC ditandatangani. Insentif itu akan keluar setelah keuangan KKKS yang mengembangkan Blok East Natuna menunjukkan performa positif.
“Saat produksi awal kan masih kecil [produksi gas-nya], jadi cash flow-nya masih negatif. Nanti begitu sudah positif, ya jangan langsung dikenakan pajak dulu, seperti itu tax holiday-nya,” tuturnya.
Menurutnya, tax holiday itu juga hanya akan diberikan untuk Lapangan Natuna D-Alpha yang memiliki kandungan karbondioksida tinggi, sehingga memerlukan teknik injeksi aqualifer yang mampu menyimpan CO2 di bebatuan.
Mengenai bagi hasil produksi dari blok itu, Edy menjelaskan akan ada dua sistem bagi hasil dari Blok East Natuna. Pertama, terkait dengan lapangan Natuna D-Alpha, dan sistem kedua terkait dengan lapangan yang ada di luar D-Alpha.
Namun, Edy enggan menjelaskan lebih lanjut berapa besaran yang akan diterima negara dari blok itu. Dia hanya menegaskan pemerintah mendapatkan bagi hasil yang lebih besar dibandingkan dengan KKKS dari lapangan gas selain D-Alpha.
Split dari Blok East Natuna awalnya diusulkan 100% untuk KKKS, dan pemerintah hanya mendapat keuntungan dari pajak. Kemudian, usulan itu diubah menjadi 45% untuk pemerintah dan 55% untuk KKKS.
Pengembangan Blok East Natuna dilakukan oleh konsorsium yang dipimpin Pertamina, dan beranggotakan ExxonMobil, Total EP Indonesie, serta PTTEP Thailand. Pertamina dan Exxon. memiliki 35% hak partisipasi (participating interest/PI), sedangkan PTTEP dan Total masing-masing memiliki 15%.
ExxonMobil akan menjadi operator saat 10 tahun fase eksplorasi, sedangkan Pertamina menjadi operator saat masa produksi selama 40 tahun.
Konsorsium juga merencanakan pengembangan gas East Natuna dengan menggunakan skema pipa yang menelan biaya mencapai US$24 miliar. Blok itu diperkirakan memiliki cadangan 222 triliun kaki kubik dengan 70% di antaranya CO2, sehingga cadangan sebenarnya hanya 46 triliun kaki kubik.