Bisnis.Com, JAKARTA – Potensi kerugian devisa negara akibat jeleknya mutu kakao ekspor Indonesia diperkirakan mencapai Rp.1,4 triliun per tahun. Selama ini, biji kakao Indonesia mengalami pemotongan harga akibat kualitasnya yang jelek.
Plt Dirjen P2HP Haryono mengatakan sekitar 90% biji kakao Indonesia belum terfermentasi dan hanya 10% saja yang sudah difermentasi. Itulah mengapa harganya di pasar internasional cenderung murah.
“Hanya 10% biji kakao Indonesia sudah terfermentasi, dan itu pun lebih banyak dilakukan oleh PTPN dan perkebunan swasta. Sementara perkebunan rakyat, tidak melakukan itu,” jelasnya melalui siaran persnya, Kamis (25/7/2013)
Padahal, lanjut Haryono, adanya perkebunan kakao juga turut mendorong perekonomian daerah semakin baik. Karena komoditas ini menjadi sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat perdesaan.
Di sisi lain, impor biji kakao semakin meningkat. Berdasarkan statistik pertanian 2012, volume impor kakao mencapai 53.000 ton senilai US$194 juta.
Meningkatnya impor ini memberi sinyal bahwa industri pengolahan kakao semakin berkembang di Indonesia.