Bisnis.com, JAKARTA -Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Rajabasa, Lampung akan produksi 2017 akibat belum adanya izin dari Kementerian Kehutanan.
Satu bulan setelah PT Supreme Energy dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bertemu dengan masyarakat adat di Rajabasa, Kementerian Kehutanan belum mengeluarkan izin agar perusahaan tersebut untuk memulai eksplorasi.
Vice President Relation & SHE Supreme Energy Prijandaru Effendi mengatakan kemunduran tersebut bersifat proposional. "Jika terlambat 3 hingga 4 bulan lagi, tentu saja produksi akan mundur dan terhitung menjadi 2017," ujarnya saat dihubungi Bisnis, di Jakarta, Selasa (23/7/2013).
Hingga saat ini, ujar Prijandaru, Kementerian Kehutanan belum memberikan sinyal apapun mengenai perizinan tersebut. Alasan dari molornya izin ini karena pemerintah mempertimbangkan penolakan yang masih ada di sekitar masyarakat adat.
Mengenai pertentangan tersebut, pihak Supreme menyatakan melakukan upaya pendekatan pada seluruh lapisan masyarakat. Dukungan dari pemerintah daerah dari tataran gubernur juga mendukung perusahaan tersebut. "Hanya yang dari Jakarta yang belum ada kabar," katanya.
Tahap eksplorasi di Rajabasa sebenarnya sudah dapat dilakukan. Namun, mereka harus menunggu izin dari Kementerian Kehutanan. Prijandaru mengatakan semakin mundur, maka PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) akan semakin merugi karena masih memasok listrik dari bahan bakar minyak.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, tender proyek wilayah kerja panas bumi telah dimenangkan Supreme Energy pada 2009. Perusahaan ini memenangkan tarif terendah seharga US$0,095 per kWh untuk konsesi selama 30 tahun.
Hingga saat ini, mereka telah membebaskan tanah sekitar 40-50 hektare dari masyarakat. Selain itu mereka juga telah membebaskan 15 hektare tanah dari kawasan hutan lindung. Perusahaan membutuhkan wilayah seluas 70 hektare untuk membangun pembangkit listrik terbarukan tersebut.
Investasi dari pembangkit ini dipatok sebesar US$700 juta. Jika telah mendapat izin dari pemerintah, Supreme akan langsung melakukan eksplorasi. Sementara itu, saat akan diminta keterangan mengenai perizinan ini, Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan Bambang Supiyanto belum dapat dihubungi.