Bisnis.com, JAKARTA - Selain menawarkan kompleks industri pupuk dan petrokimia, pemerintah juga menawarkan kompleks industri perkebunan kelapa sawit di Teluk Bintuni, Papua Barat. Kini, banyak investor yang berminat untuk turut mengembangkan industri di kawasan tersebut.
Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kemenperin Panggah Susanto mengatakan seiring dengan percepatan pembangunan Papua Barat, pemerintah memang sudah berencana mengembangkan kawasan industri di Teluk Bintuni.
Pada awalnya, kawasan industri difokuskan pada industri pupuk dan petrokimia, namun kini direncanakan akan meluas menjadi industri perkebunan sawit dan pengolahan sawit.
Adapun saat ini, perusahaan yang sudah memiliki komitmen untuk mengembangkan industri petrokimia di sana adalah Ferrostaal yang akan menggandeng PT Chandra Asri Petrochemical. Kemudian, untuk industri pupuk sudah ada PT Pupuk Indonesia.
“Yang sudah fix itu, namun yang berminat banyak sekali, seperti perusahaan Korea juga ada. Akan banyak perusahaan yang akan mengembangkan kawasan industri di sana,” kata Panggah di kantor Kemenperin, Selasa (23/7/2013).
Belum lama ini, Ferrostaal menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan Chandra Asri untuk melakukan studi kelayakan rencana pembangunan pabrik petrokimia di lokasi tersebut.
Ferrostaal akan membangun pabrik metanol berbahan baku gas bumi yang hasilnya akan dimanfaatkan sebagai bahan baku di pabrik polipropilena. Adapun kapasitas terpasang sebesar 400.000 ton per tahun serta pabrik etilena dengan kapasitas terpasang sebesar 175.000 ton per tahun.
Untuk tahap awal, lanjut Panggah, kawasan industri memang akan difokuskan untuk pengembangan kawasan industri pupuk dan petrokimia. Namun, pembangunan kompleks industri tersebut baru bisa dilakukan setelah adanya kepastian alokasi gas dari pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas).
“Kami sudah minta kepada SKK Migas dan KESDM. Nanti kami akan katakan lagi,” katanya. Nantinya, kompleks petrokimia di Teluk Bintuni akan menghasilkan metanol, polipropilena serta polietilena.
Adapun untuk industri pupuk yang akan menghasilkan amoniak urea, sudah mendapatkan kejelasan dengan alokasi sebesar 180 juta kaki kubik per hari (MMScfd). “Namun untuk yang petrokimia, belum dipastikan penetapannya. Diperkirakan membutuhkan jumlah gas yang sama, yakni 180 MMscfd.”
Nilai investasi untuk pengembangan industri pupuk dan petrokimia diperkirakan mencapai US$4 miliar atau masing-masing sekitar US$1,8 miliar-US$2 miliar. Bila kepastian alokasi gas bisa didapat tahun ini, pengembangan bisa dilakukan secepatnya, yakni tahun depan. Diperkirakan, membutuhkan waktu 4 tahun untuk bisa beroperasi.
“Mungkin bisa tahun depan mulai konstruksi kalau ada kepastian gas.”
Setelah itu, untuk tahap dua baru dipikirkan untuk mengembangkan kawasan perkebunan sawit. “Kami menawarkan lantaran ada permintaan dari daerah setempat agar dikembangkan perkebunan sawit dan pengolahan produk sawit,” tambahnya.
Namun, pihaknya belum mengetahui kapan pengembangan perkebunan sawit bisa dilakukan. Pasalnya, masih harus mengurus masalah lahan. Begitu juga dengan nilai investasinya, belum bisa diperkirakan.