Bisnis.com, PALEMBANG - Pemerintah diminta tidak lagi mengimpor produk pertanian, karena selain petani akan sulit sejahtera, ternyata tidak sedikit produk pertanian yang diimpor mengandung bahan kimia pengawet berbahaya yang mengancam keselamatan rakyat.
"Impor produk pertanian masih terus masuk. Sampai-sampai ikan Lele juga diimpor. Kalau bisa diproduksi oleh petani kita sendiri, mestinya jangan impor. Petaninya yang mesti dibina sehingga mampu berproduksi dengan baik," kata Djoko Santoso, Panglima TNI 2007-2010, di Palembang, Senin (22/7/2013).
Djoko Santoso menjelaskan pandangannya mengenai kebijakan impor produk-produk pertanian kepada media dalam kapasitasnya selaku Ketua Dewan Kehormatan ormas Pandu Tani Rakyat (Patani), didampingi Ketua Umum Patani Sarjan Taher.
Djoko menambahkan kenyataan impor produk pertanian, sayur, buah-buahan, ikan, daging sapi, sungguh suatu hal menyakitkan bagi petani di Indonesia. Karena apa pun alasannya, impor akan meruntuhkan motivasi petani dalam menghasilkan produk-produk pertanian.
"Kasihan petani-petani kita, mereka terus sulit sejahtera," tegasnya.
Menurutnya, ironis bagi bangsa Indonesia karena wilayahnya yang luas, subur, air berlimpah dan dengan perairan laut kaya banyak jenis ikan, harus menjadi importer produk-produk pertanian. "Tak ada alasan sebenarnya untuk impor produk-produk pertanian seperti itu. Kalau kualitas dipandang kurang, ya petaninya diberdayakan dan dibina," katanya.
Sarjan Taher melihat sisi lain impor produk-produk pertanian. "Jangan sampai semakin banyak impor produk-produk pertanian tak sehat. Daging impor beku jelas tak sehat karena pembekuannya tak melewati proses penirisan darah sapi yang dipotong. Daging lokal lebih sehat karena darahnya ditiriskan dulu," katanya.
Untuk urusan buah, menurut Sarjan, petani-petani duren di Sumatera Utara yang disurvei Patani menyatakan enggan memperluas lahan atau merawat serius pohon-pohon durian mereka yang produktif karena durian impor dari Thailand terus mengalir deras. "Tahun ini saja, akan masuk duren impor 17.000 ton," katanya.
Belum lagi buah-buahan lain seperti jeruk yang kulitnya diberi pewarna kuning dan semacam bahan kimia pelapis kulit sehingga selain jerus tampak menarik, juga menahan keluarnya kadar air dari dalam jeruk. Namun bahan-bahan kimia tersebut sangat mengancam kesehatan, apalagi jika dikonsumi terus menerus.
Penggunaan bahan pengawet dalam ukuran mencemaskan juga didapati pada ikan-ikan beku impor yang mengandung bahan pengawet seperti formalin sehingga ikan tahan pembusukan. "Ikan-ikan impor berpengawet itu sudah umum dijual di pasar-pasar di Indonesia," kata Sarjan.
Dalam catatan, sebagian besar buah impor masuk dari Amerika, Kanada, Australia, China, Thailand, dan Eropa. Buah-buah impor berlabuh di kota besar, seperti Jabodetabek (Bandara Soekarno-Hatta dan Tanjung Priok), Medan (Pelabuhan Belawan), Makasar, dan Surabaya (Tanjung Perak) untuk kemudian didistribusikan ke kota besar lainnya seperti Semarang dan Yogyakarta.
Menurut laporan dari Gabungan Importir Hasil Bumi Indonesia, impor produk hortikultura (buah dan sayur) yang dilakukan oleh Indonesia terhitung besar.
Saat ini 85% dari seluruh produk Hortikultura yang beredar dan dinikmati oleh konsumen di Indonesia merupakan produk impor. Selain itu, jumlah impor produk tersebut selalu meningkat setiap tahun.
Sebagai contoh, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) impor buah Indonesia dari China (sebagai negara pemasok buah impor terbesar ke Indonesia sepanjang 2011 dan periode Januari-Februari 2012) mengalami kenaikan dari angka US$46,7 juta pada Desember 2011 menjadi US$62,6 juta pada Januari 2012. Dari angka US$30 juta pada bulan Februari menjadi US$48,2 juta pada Maret di tahun yang sama.
Impor buah dari Thailand juga mengalami kenaikan dari angka US$10,95 juta pada Juni 2012 menjadi US$35,07 juta pada Juli 2012 dan mencapai angka US$40,55 juta pada Agustus 2012. (Antara)