Bisnis.com, JAKARTA - Untuk menunjang ketersediaan kedelai bagi industri tahu dan tempe, Kementerian Koperasi dan UKM tahun ini kembali melaksanakan program rintisan budidaya kedelai oleh 20 koperasi di Pulau Jawa.
Deputi Bidang Produksi Kementerian Koperasi dan UKM Braman Setyo menjelaskan program rintisan itu mulai diaksanakan pada tahun lalu. Hasil panennya cukup signifikan sehingga pada tahun ini program tersebut dilanjutkan kembali.
Jumlah koperasi yang ditunjuk untuk menjalankan program rintisan pada tahun ini tetap 20 unit. Dengan demikian selama 2 tahun program itu berlangsung, sudah terdaftar sebanyak 40 koperasi yang menjalankannya.
”Setiap koperasi yang ditetapkan menjadi pelaksana program, diberi pembiayaan dari bantuan sosial Rp5,5 juta untuk setiap 1 hektar lahan. Sifatnya hanya untuk menjadi proyek percontohan atau demplot,” katanya kepada Bisnis, Kamis (18/7/2013).
Meski demikian, kesuksesan program yang diusung tersebut diharapkan bisa diimplementasikan ke daerah lain di luar pulau Jawa. Sebab, kapasitas produksinya juga meningkat signifikan dibandingkan dengan sistem yang dipakai petani kedelai selama ini.
Keunggulan dari demplot itu terletak pada pengelolaan atau penggarapan lahan. Selain itu bibitnya juga merupakan pilihan dengan kualitas prima. Mengedepankan konsentrasi budidaya dengan pola yang dipakai Kementerian Koperasi dan UKM, hasil panennyapun sangat memuaskan.
Demplot budidaya kedelai yang dilaksanakan instansi tersebut masing-masing di Gunung Kidul (Yogyakarta), Pasuruan (Jawa Timur), dan di Grobogan (Jawa Tengah). Program rintisan ini diharapkan menjadi stimulan bagi produksi kedelai dalam negeri.
”Tujuannya adalah, untuk menstimulasi koperasi meningkatkan produksi kedelai sekaligus meningkatkan kemampuan SDM gerakan koperasi pada bisnis budidaya kedelai. Dampak yang diharapkan, mampu mendukung ketersediaan kedelai dalam negeri,” papar Braman Setyo.
Berdasarkan hasil demplot yang dilaksanakan Koperasi Unit Desa (KUD) Sukomaju Ponorogo, Jawa Timur seluas 10 hektar, hasil panen rata-rata per hektar mencapai 1,97 ton. Dengan asumsi harga jual sebesar Rp6.500 per kilogram, pendapatannya mencapai Rp12,8 juta per hektar.
Dengan asumsi biaya produksi per hektar hingga panen sebesar Rp7,6 juta, maka keuntungan dari budidaya tersebut bisa menghasilkan sekitar Rp5,1 juta per hektar. “Dengan angka-angka tersebut demplot yang kami lakukan sangat rasional dilaksanakan di daerah lain,” tutur Braman Setyo.