Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah melalui badan usaha milik negara PT Garam Indonesia (Persero) bersama Pemda Kabupaten Kupang siap menggarap lahan untuk tambak garam, sekitar 9.000 hektar di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Adapun investasinya sebesar Rp2 triliun diperkirakan dapat menghasilkan sekitar 900.000 ton hingga 1 juta ton per tahun garam konsumsi pada 2016.
Dengan demikian, pada 2016 diprediksi Indonesia tidak perlu lagi melakukan impor garam. Saat ini, dari sekitar 3 juta ton kebutuhan garam domestik, hanya 30% yang dapat dipenuhi oleh domestik.
Bupati Kupang Ayub Titu Eki mengatakan pihaknya bersama PT Garam dan pemerintah siap membangun tambak garam seluas 9.000 hektar dengan produksi penuh sekitar 900.000 ton hingga 1 juta ton per tahun pada 2016. Namun, untuk tahap awal, pada 2015 produksi diperkirakan sudah mencapai 40%.
“Lahannya milik pemerintah. Investasinya sekitar Rp2 triliun, ini untuk semua mulai dari infrastrukturnya, pelabuhannya, pemetaan lahannya, semuanya,” kata Ayub di kantor Kementerian Perindustrian, Rabu (17/7/2013).
Komisaris Utama PT Garam Indonesia Slamet Untung Irredenta mengatakan bila pada tahun ini masalah lahan bisa diselesaikan, diprekirakan tahun depan sudah bisa dilakukan pengolahan lahan sehingga pada 2015 bisa berproduksi minimal 40% dari total produksi penuh.
“Kalau cuaca aman semua, clear kami bisa mulai mengolah tahun depan,” kata Slamet. Adapun investasi sebesar Rp2 triliun merupakan anggaran yang disiapkan oleh pemerintah melalui APBN, bukan BUMN.
Ketua Komisi Penetapan Pengembangan Industri Primer Pertanian Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Adhi Lukman berharap kesiapan lahan garam di Kupang, Nusa Tenggara Timur nantinya mampu menutupi kebutuhan untuk industri dalam negeri. Pasalnya, saat ini untuk garam industri masih sepenuhnya diimpor dari India dan Australia.
Adhi memaparkan setiap tahun, kebutuhan garam industri mencapai 1,8 juta ton, sementara untuk konsumsi 1,2 juta ton. Adapun, produksi garam dalam negeri mencapai 900.000 per tahun.
"Produksi dalam negeri itu hanya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi. Ada stok sisa dari importasi pada awal tahun lalu. Oleh karena itu, pemerintah telah menutup impornya, sedangkan untuk industri masih impor," ujar Adhi.