BISNIS.COM, JAKARTA—Meskipun belum genap setengah tahun, tetapi Indonesia telah mengalami defisit neraca perdagangan US$2,53 miliar secara kumulatif periode Januari-Mei 2013.
Defisit neraca perdagangan ini merupakan yang terbesar sejak 2008. Bahkan, angka ini telah mendekati perkiraan defisit akhir tahun yang disampaikan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan sebesar US$3 miliar awal Juni 2013.
Berdasarakan data Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang tahun ini Tanah Air hanya sekali mencatatkan surplus, yakni pada Maret dengan nilai US$137,5 juta. Bila dibandingkan dengan pencapaian Januari-Mei 2012, Indonesia mengalami surplus US$1,798 miliar.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan impor migas masih menjadi penyebab utama defisit. Bahkan dia menilai impor migas masih akan berlanjut menjelang Lebaran.
“Produksi migas Indonesia menurun, tetapi konsumsi akan terus meningkat menjelang Lebaran karena banyak orang yang akan mudik,” kata Suryamin kepada wartawan, Senin (1/6/2013).
Secara kumulatif, impor migas Indonesia mencapai US$18,5 miliar. Jika dibandingkan dengan ekspor, tercatat hanya gas yang mengalami surplus sebesar US$6,149 miliar. Minyak mentah dan hasil minyak masih defisit.
Dia menambahkan nilai impor akan semakin tinggi seiring rencana pemerintah yang akan mendatangkan beberapa komoditas untuk mencukupi pasokan dalam negeri. Impor ini tidak bisa dihindari karena minimnya pasokan domestik untuk daging, bawang putih, dan cabai.
Di sisi lain, Suryamin menjelaskan kinerja ekspor juga belum bisa diharapkan untuk mengkompensasi besarnya impor karena harga dari beberapa komoditas belum stabil. Walaupun terdapat kenaikan harga, tetapi belum setinggi pada awal 2012.
Harga komoditas seperti kakao, kopra, dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) mengalami kenaikan. Adapun komoditas lain seperti nikel masih menurun.
Meskipun demikian, Suryamin mengapresiasi sektor nonmigas yang mengalami surplus hingga US$4,048 miliar. Menurutnya sektor bisa menyerap tenaga kerja yang besar karena bergerak dari produksi di hulu sampai industri di hilir.