Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KREDIT RUMAH: Ini Yang Mesti Dipertimbangkan (1)

BISNIS.COM, JAKARTA— Properti masih menjadi salah satu favorit bagi para investor dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah berbagai bank ramai-ramai menawarkan kredit pemilikan rumah maupun apartemen (KPR/KPA) dengan suku bunga dan tenor

BISNIS.COM, JAKARTA— Properti masih menjadi salah satu favorit bagi para investor dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah berbagai bank ramai-ramai menawarkan kredit pemilikan rumah maupun apartemen (KPR/KPA) dengan suku bunga dan tenor bersaing.

KPR/KPA memang jenis pembiayaan yang paling digemari oleh konsumen properti, baik itu pengguna akhir maupun investor. Indikasi terhadap hal ini dapat terlihat dari survei residensial Bank Indonesia untuk periode kuartal I/2013.

Laporan tersebut memaparkan sekitar 76,46% pembelian produk properti di seluruh Indonesia menggunakan skema KPR/KPA sebagai instrumen pembiayaan, dengan rerata suku bunga 9%-12%.

Sebanyak 13,07% pembeli memilih tunai bertahap, sementara sisanya 10,47%. Hal ini cukup menarik mengingat pada pertengahan tahun lalu, BI selaku regulator menetapkan bahwa maksimal pembiayaan KPR/KPA yang boleh ditanggung bank adalah 70% dari harga rumah seluas lebih dari 70 m2. Dengan demikian, uang muka yang harus disiapkan adalah 30% dari harga rumah tersebut.

Adapun untuk rumah dengan luas  kurang 70 m2, pada umumnya bank meminta uang muka sebesar 10% dari harga rumah. Selain itu, mereka juga kerap memberikan pilihan uang muka dapat diangsur sesuai dengan kesepakatan bersama.

Setelah uang muka, calon investor yang berencana menggunakan KPR/KPA, harus mulai membandingkan tawaran dari banyak bank, baik konvensional maupun syariah, baik bank BUMN maupun swasta. Bukan rahasia lagi, bank-bank berlomba menawarkan bunga rendah, dengan cicilan tetap selama awal-awal tahun.

Namun, yang perlu diperhatikan adalah saat masa cicilan tetap dengan bunga rendah itu berakhir, bunga yang dibebankan bisa melonjak hingga dua kali lipat. Bank melakukan ini dengan asumsi pendapatan debitur juga meningkat setelah tahun-tahun tersebut sehingga mampu membayar cicilan dengan bunga lebih tinggi. (ltc)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper