BISNIS.COM, JAKARTA--Tingginya biaya yang harus dikeluarkan pengusaha untuk mendapatkan sertifikasi melalui sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) akan berdampak pada kenaikan harga produk kayu seperti mebel hingga 20% pada tahun depan.
Hal tersebut diungkapkan oleh beberapa pengusaha mebel di Jepara, Jawa Tengah, yang merupakan kota penghasil produk kayu yang sangat besar di Indonesia.
Ketua Asosiasi Perajin Kecil Jepara Margono mengatakan pihaknya sangat mendukung penerapan SLVK guna meningkatkan perdagangan dalam menghadapi pasar global.
Namun, cukup tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh industri untuk mendapatkan sertifikasi diperkirakan akan berakibat pada kenaikan harga produk mebel itu sendiri.
“Ya memang seharusnya ada kenaikkan, namun sekarang sementara tidak bisa menaikkan, paling tidak 15%-20%,” kata Margono. Menurutnya, kenaikan tersebut baru bisa diberlakukan pada Februari tahun depan ketika aturan Peraturan Menteri Perdagangan No.64/2012 mengenai ekspor kayu benar-benar diberlakukan.
Dengan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK), pemerintah dapat memantau kegiatan eksportasi produk kayu Indonesia secara lebih mutakhir. Pasalnya, SVLK mengharuskan setiap kegiatan ekspor produk kayu disertai oleh dokumen V-Legal sebagai sertifikat legalitas. Dokumen tersebut merupakan dokumen lisensi ekspor produk kayu dan berlaku untuk 26 HS-Code.
Pada 1 Januari 2014, V-Legal akan berlaku untuk 40 HS-Code seperti yang diatur dalam Permendag No.64/2012.
Manajer Produksi CV Mahogany Crafter, salah satu industri mebel di Jepara, Anita Indriani mengatakan untuk mendapatkan sertifikasi SVLK banyak perajin yang perlu didorong untuk mau mengurus SVLK. Banyak perajin yang mengeluhkan pengurusan SVLK sangat sulit.
Lantaran anggapan sulit dan mahal tersebut, tidak sedikit perajin yang menyuarakan agar harga produk kayu bisa dinaikkan. "Dengan adanya SVLK, mereka jadi bisa menghitung sendiri. Ibaratnya, bila sudah mendapatkan pengakuan, maka harga juga harus bersaing. Mungkin bisa dinaikkan 10%-20%.”