BISNIS. COM, YOGYAKARTA—Bank Indonesia mempertimbangkan kebijakan lanjutan di sektor properti, menyusul berlanjutnya lonjakan kredit di sektor tersebut.
Namun, kebijakan itu masih menunggu keputusan pemerintah di bidang subsidi bahan bakar minyak.
Perry Warjiyo, Deputi Gubernur Bank Indonesia, mengatakan bank sentral mewaspadai masih tingginya kucuran kredit ke sektor properti.
“Tahun lalu, kami masih melakukan pengaturan kenaikan uang muka kepemilikan rumah. Namun, ternyata kredit properti tetap meningkat sangat cepat. Beberapa daerah bahkan ada yang mencatatkan pertumbuhan hingga 70%,” katanya seusai membuka seminat Macroeconomic Policies for Sustainable Growth with Equity in East Asia di Yogyakarta Rabu (15/5).
Pengaturan kredit untuk properti yang dimaksud Perry adalah Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/10/DPNP pada 15 Maret 2012 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor.
Dalam ketentuan itu, rasio antara nilai kredit yang dikeluarkan bank terhadap nilai agunan (loan to value/LTV) pada saat awal pemberian pinjaman ditetapkan paling tinggi 70%. Pengaturan ini mengecualikan kredit kepemilikan rumah (KPR) dalam program perumahan pemerintah.
Adapun uang muka untuk kredit kendaraan bermotor ditentukan paling sedikit 25% untuk roda dua, 30% bagi kredit roda empat, dan 20% untuk roda empat atau lebih untuk keperluan produktif.
Namun, ketentuan tersebut kurang berpengaruh baik kredit properti maupun pinjaman pembelian kendaraan bermotor tetap tumbuh pesat.
Perry mengatakan bank sentral mewaspadai tersebut dan mengkaji pengaturan kredit properti di negara lain seperti ketentuan rumah kedua bisa dikenai LTV yang lebih kecil atau uang muka yang lebih tinggi.
“Namun, kami harus banyak memperhitungkan faktor lain terutama saat ini masih menunggu kepastian kebijakan pemerintah di bidang subsidi BBM,” katanya. (bas)