BISNIS.COM, BALIKPAPAN--Virginia Indonesia Company (Vico) meresmikan pemanfaatan gas metan batu bara (coal bed methane/CBM) untuk pembangkit listrik sebesar 2 megawatt (MW) dengan suplai gas sebesar maksimal 0,5 MMSCFD.
Presiden Direktur dan CEO Vico, Gunther Newcombe mengatakan listrik ini disalurkan untuk masyarakat yang berada di sekitar Lapangan Mutiara yang terletak di Muara Jawa, Kutai Kartanegara.
CBM ini sendiri masih dalam tahap eksplorasi dan dalam dua tahun ke depan direncanakan untuk ditingkatkan kapasitasnya.
"CBM yang masih eksplorasi tetapi kami sudah memberikan kepada komunitas agar masyarakat bisa mengetahui bagaimana manfaat dari kegiatan eksplorasi ini," ujarnya dalam Konferensi Pers Peresmian Pemanfaatan Gas CBM Untuk Kelistrikan, Selasa (30/4/2013).
Gunther menyebutkan dalam empat tahun terakhir Vico telah menginvestasikan US$200 juta di Sanga-Sanga untuk eksplorasi CBM.
Pengembangan komersialisasi di Sanga-Sanga dalam dua tahun ke depan akan meningkatkan kapasitas produksi CBM yang tentunya akan memengaruhi harga keekonommian gasnya.
Sesuai dengan kontrak jual beli gas dengan harga US$7,4 per mmBTU, Vico mengirimkan maksimal sebanyak 0,5 mmscfd hingga akhir 2014.
General Manager PT PLN (Persero) Wilayah Kaltim dan Kaltara Nyoman S. Astawa menambahkan listrik tersebut bisa menerangi sekitar 2.000 - 2.500 kepala keluarga di sekitar area kerja.
Namun, dia mengatakan listrik tersebut bisa masuk dalam Sistem Mahakam yang saat ini masih kekurangan daya mampu.
"Meskipun kecil tetapi bisa membantu mengurangi defisit listrik yang terjadi saat ini," tukasnya.
Saat ini, daya mampu Sistem Mahakam mencapai 280 MW dengan beban puncak 315 MW. Kondisi ini masih terjadi sampai pembangkit dari PLTU Senipah sebesar 2x41 MW masuk ke dalam sistem.
Pemanfaatan CBM sebagai bahan bakar pembangkit listrik ini, kata Nyoman, merupakan yang pertama di Indonesia.
Dia mengakui ada penghematan dari pemanfaatan CBM karena biaya produksi hanya sebesar Rp1.150 per KWh. Apabila dibandingkan dengan biaya produksi dengan memanfaatkan solar yang mencapai Rp2.600 per KWh, tentu penghematannya lebih besar lagi.
Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Kewilayahan dan Lingkungan Hidup Marwansyah Lobo Balia mengatakan kontrak ini bersifat temporer karena pengeboran masih bersifat eksplorasi.
Karakteristik CBM yang unik karena perlu dewatering dan sering diikuti oleh gas menjadi salah satu alasannya.
"Daripada gas di-flare, lebih baik dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat banyak," ujarnya.
Nantinya, setelah sumur siap dengan tekanan yang stabil akan ada perlakuan yang berbeda.
Sementara itu, Deputi Pengendalian SKK Migas Muliawan menyebutkan cadangan CBM di seluruh Indonesia diperkirakan mencapai 453 Tcf yang tersebar pada 11 cekungan.
Saat ini, telah ada 54 wilayah kerja kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) CBM yang seluruhnya masih dalam tahap eksplorasi. Dari jumlah tersebut, 32 wilayah kerja terdapat di Kalimantan.
"Rinciannya, Kaltim ada 12, Kalsel 8, Kalteng 10 dan sisanya di perbatasan Kalteng dan Kaltim," katanya.
Pemanfaatan CBM ini diharapkan bisa diikuti oleh KKKS lainnya. Dengan demikian, hasil alam yang terkandung di dalamnya bisa dinikmati oleh masyarakat sekitarnya.