BISNIS.COM, BOGOR -- Sengon merupakan pohon yang paling digemari petani hutan, terutama di wilayah pulau Jawa. Selain mempunyai nilai ekonomi tinggi dan relatif stabil, sengon dinilai mudah tumbuh dan tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk siap dipanen.
Saat ini nilai jual kayu sengon yang baik dari petani mencapai Rp 300.000 - Rp 400.000 per pohon. Namun petani sengon seringkali menghadapi kendala oleh serangan hama Boktor.
Hama Boktor adalah hama yang paling penting merusak pohon sengon, karena hama ini hidup dengan menggerek batang sengon. Umumnya serangan hama ini mulai terjadi pada pohon yang berumur 3 tahun atau lebih, yang diameternya telah mencapai 10 cm atau lebih.
Bagian pohon yang diserang kebanyakan berkisar pada ketinggian 0 – 5 meter, tetapi adakalanya mencapai 15 meter dari atas permukaan tanah. Hama ini hidup dan berkembang biak dalam batang pohon sengon yang hidup, dan membuat rongga rongga (lubang-lubang) seperti saluran pipa di dalam batang.
Dengan demikian jika pohon sengon terserang hama ini, dapat dipastikan kayunya tidak akan laku dijual.
Tim peneliti Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) dari Departemen Silvikultur yang terdiri dari Dr.Ir. Ulfah Juniarti Siregar (Pemuliaan pohon), Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda (Hama hutan) dan Dr. Ir. Arum Sekar Wulandari (Kultur jaringan), berhasil mengembangkan klon sengon yang tahan terhadap hama Boktor.
Klon sengon tersebut berasal dari pohon sengon provenan Solomon dan provenan Kediri. Klon Sengon ini dipastikan dapat lebih tahan terhadap serangan hama Boktor.
Hasil inovasi ini juga telah mendapat respon yang baik dari salah satu PT Perkebunan Nusantara di Jawa Timur, untuk kerjasama dalam pengadaan bibit unggul klon Sengon tersebut melalui kultur jaringan.
Dalam proses pengembangannya benih pohon unggulan dari provenan Kediri dan Solomon yang tahan terhadap serangan hama Boktor ini telah dibandingkan dengan pohon yang rentan, baik dari provenan yang sama maupun provenan di Indonesia lainnya.
Melalui uji zat inhibitor (zat daya tahan alami suatu tanaman untuk melawan serangan hama), yaitu tripsin inhibitor (TI) dan alfa-amilase inhibitor (AI) pada kulit dan kayu sengon, perbedaan aktivitas inhibitor tersebut sangat nyata antara pohon sengon tahan hama dengan pohon rentan. Pohon yang tahan hama Boktor mempunyai aktivitas TI dan AI lebih tinggi dibandingkan dengan pohon yang rentan.
Saat ini tim peneliti IPB ini telah mampu memperbanyak jumlah bibit yang dihasilkan melalui teknik kultur jaringan. Para peneliti ini berharap adanya klon tanaman sengon secara kultur jaringan, yang tahan terhadap hama Boktor, dapat membantu ketersediaan bibit sengon unggul, dan pengembangan hutan tanaman rakyat sengon yang sehat dan produktif.
Ketersediaan klon yang tahan terhadap serangan hama penggerek batang atau hama Boktor sangat diperlukan sebab tindakan pengendalian hama hutan yang konvensional terbukti tidak efektif.
Teknik kultur jaringan telah mampu memperbanyak jumlah bibit yang dihasilkan dari sedikit benih yang didapat dari sengon Solomon melalui induksi multiplikasi tunas, serta induksi perakaran dalam proses aklimatisasi, hingga diperoleh bibit yang siap untuk dipindahkan ke polybag.
Saat ini IPB telah berhasil memproduksi tanaman sengon tersebut hingga 1.000 bibit per bulannya dengan nilai jual bibit unggul sekitar Rp 3.500 hingga Rp 4.500 per bibit.