BISNIS.COM, JAKARTA—Bank Indonesia (BI) memperkirakan tekanan terhadap depresiasi rupiah akan semakin moderat pada kuartal II/2013, disebabkan oleh kondisi neraca pembayaran Indonesia (NPI) yang diprediksi semakin baik.
Gubernur BI Darmin Nasution memperkirakan defisit transaksi berjalan akan melebar pada kuartal II/2013 akibat masih tingginya kinerja impor, antara lain disebabkan oleh tingginya impor minyak akibat konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang meningkat.
Namun, lanjutnya, kinerja transaksi modal dan finansial akan meningkat pada kuartal II/2013, terutama didorong oleh arus investasi portofolio, termasuk penerbitan global bond oleh pemerintah.
Akan tetapi secara keseluruhan, NPI pada kuartal II/2013 diperkirakan masih mencatatkan defisit, walaupun defisitnya diperkirakan lebih rendah daripada kuartal I/2013.
“Ke depan, dengan mempertimbangkan kondisi NPI pada kuartal II/2013, tekanan [yang menyebabkan] depresiasi nilai tukar rupiah diperkirakan lebih moderat,” katanya dalam jumpa pers seusai Rapat Dewan Gubernur, Kamis (11/4).
Darmin mengatakan pada kuartal I/2013, nilai tukar rupiah rata-rata melemah sebesar 0,7% quarter-to-quarter mencapai Rp9.680/US$. Namun, sambungnya, volatilitas nilai tukar rupiah pada periode tersebut masih terjaga.
Darmin menuturkan BI akan mengambil sejumlah langkah untuk tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, a.l. melalui penguatan intervensi BI terhadap pasar valuta asing (valas), penerapan term deposit valas, dan pendalaman pasar valas.
Di sisi lain, Darmin mengemukakan cadangan devisa Indonesia untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah masih di atas standar kecukupan internasional.
Berdasarkan data BI, cadangan devisa Indonesia per Maret 2013 sebesar US$104,8 miliar atau setara dengan 5,7 bulan impor. Cadangan devisa ini mengalami penurunan sebesar US$8 miliar dibandingkan akhir tahun lalu yang sebesar US$112,8 miliar. (if)