BISNIS.COM, JAKARTA - Mekanisme pemberian subsidi melalui penerbitan kartu khusus bagi penumpang KRL Ekonomi Non-AC dinilai sebagai langkah tepat selama sistem elektronik belum dapat dilakukan oleh operator kereta api di Indonesia.
Pakar transportasi Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Iskandar Abubakar mengatakan hal itu dapat dilakukan sementara saat sistem elektronik belum berjalan.
Dia mengatakan pemerintah selama ini memberikan subsidi melalui public service obligation (PSO) kepada PT Kereta Api Indonesia tetapi subsidi tersebut tidak seimbang dibandingkan dengan jumlah penumpang yang ada, dampaknya berpengaruh pada layanan.
"Kalau sistem elektronik belum terlaksana, bisa dilakukan dengan menerbitkan kartu seperti kartu sehat. Misalnya Pemprov DKI punya KJS," katanya dalam Diskusi Penghapusan Kereta Ekonomi di Jakarta, Senin (1/4/2013).
Hal itu dikatakan Iskandar dalam kapasitasnya sebagai pakar di DTKJ terkait dengan rencana penghapusan KRL Ekonomi Non-AC yang pada awalnya akan dihapus 1 April dan akhirnya batal karena masyarakat reaktif.
Iskandar yang juga menjabat sebagai Irjen Kementerian Perhubungan ini mengatakan pemberian subsidi juga bisa dilakukan dengan pemberian diskon bagi kelompok masyarakat tertentu misalnya pelajar, mahasiswa, orang dengan keterbatasan fisik, dan lanjut usia atau lansia, serta masyarakat miskin kota.
Dia juga menekankan perlu ada kebijakan yang jelas berapa persen yang dibebankan kepada masyarakat dan berapa persen yang dibebankan ke pemerintah. Hal ini, katanya, perlu dijadikan dasar penetapan kebijakan pemerintah.
"Perhitungan PT KAI untuk tarif kereta jurusan Bogor--Jakarta itu kan Rp5.831. Hitungan ini sangat dimengerti. Nah sementara saat ini dijual Rp2.000, masih kurang. Maka diperjelas berapa beban pemerintah dan beban masyarakat," katanya.
Menurut dia jika kembali mengacu pada kebijakan tarif angkutan umum, sangat sulit untuk disesuaikan karena tekanan politik yang sangat besar. Padahal, tegasnya, sebagian besar angkutan umum di kota tidak mendapatkan subsidi. "Ini menyebabkan ketidakseimbangan menjalankan angkutannta. Kualitas buruk, seperti yang kita lihat dengan kereta ekonomi maupun angkutan kota lainnya.
Dia mengungkapkan kenaikan tarif kereta api Jabodetabek terakhir dilakukan pada 2002, 11 tahun yang lalu, sementara inflasi antara kenaikan tarif 2002 sampai 2012 telah lebih dari 109%. "Sangat ironis tarif tidak pernah dinaikan padahal upah buruh nominal sudha meningkat juga," tegasnya.
KRL EKONOMI NON AC: Penerbitan Kartu Khusus Dinilai Tepat
BISNIS.COM, JAKARTA - Mekanisme pemberian subsidi melalui penerbitan kartu khusus bagi penumpang KRL Ekonomi Non-AC dinilai sebagai langkah tepat selama sistem elektronik belum dapat dilakukan oleh operator kereta api di Indonesia.Pakar transportasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Konten Premium