BISNIS.COM, BANDUNG--Pertumbuhan industri manufaktur pada kuartal I/2013 diproyeksikan hanya sekitar 5%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu 6,3%, akibat banyaknya permasalahan yang terjadi sejak akhir tahun lalu.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat menuturkan perlambatan kinerja manufaktur disebabkan banyak kendala a.l. penaikan upah buruh, tarif dasar listrik, dan gas yang menekan biaya produksi pelaku industri.
"Saya tidak khawatir karena memang biasanya tren pada triwulan I dan IV memang agak melandai," ujarnya, Jumat (22/3).
Franky Sibarani, Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menuturkan sepakat dengan prediksi yang ditetapkan oleh Kemenperin karena situasi dan kondisi usaha domestik memang sedang terganggu.
Menurutnya, dampak berbagai permasalahan tersebut, terutama penaikan upah buruh, tidak hanya menyebabkan penaikan biaya produksi, tetapi juga memicu sejumlah perusahaan merelokasi usahanya ke berbagai daerah lain di luar Jabodetabek.
"Relokasi ini juga penting diperhatikan. Banyak perusahaan yang mulai ke arah sana seperti tekstil, alas kaki, dan sepatu," tuturnya.
Dia memproyeksikan kinerja industri akan mulai pulih dan tumbuh lebih baik pada kuartal III tahun ini karena berbagai permasalahan tersebut diharapkan dapat selesai dalam beberapa bulan ke depan.
Meskipun melambat, Hidayat tetap optimistis pertumbuhan industri pada tahun ini dapat mencapai target yakni sebesar 7,14% dengan investasi dan ekspor masih menjadi andalan utama mendongkrak kinerja.
"Kami tetap optimistis pertumbuhan tersebut dapat dicapai, karena minat investasi masih tinggi," paparnya.
Tahun ini, pihaknya juga menargetkan penyerapan tenaga kerja 400.000 orang, investasi asing senilai US$12 miliar, penanaman modal dalam negeri mencapai Rp42 triliun, dan ekspor produk industri dibidik US$125 miliar.
Pada tahun lalu, Kemenperin mencatat investasi dalam negeri di sektor manufaktur mencapai Rp49,89 triliun atau naik 29,47% dibandingkan pada 2011.
Adapun, investasi asing melonjak 73,4% menjadi US$11,77 miliar.
"Target penanaman modal memang tidak terlalu tinggi karena ada beberapa rencana investasi yang belum kami perhitungkan. Misalnya, Honam yang kita jadwalkan bisa konstruksi akhir tahun ini. Selain itu, investasi pabrik handphone juga sudah shake hand yakni Foxconn. Semoga bisa konstruksi tahun ini," ujarnya.
Menghadapi berbagai permasalahan tersebut, pihaknya menyiapkan berbagai langkah strategis dan mendorong pengusaha untuk meningkatkan efisiensi untuk menutupi penaikan biaya produksi yang mulai terjadi sejak awal tahun.
Pihaknya juga yakin penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tidak akan mengganggu kinerja industri nasional, ditengah kekhawatiran kebijakan tersebut dapat memicu inflasi dan mengganggu perekonomian nasional.
"Saya mendukung penaikan harga BBM, karena merupakan langkah efektif untuk menyehatkan anggaran pemerintah," tuturnya.
Pemerintah, lanjutnya, seharusnya dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi gejolak sosial yang muncul akibat pengambilan kebijakan tersebut dengan menyiapkan langkah strategis untuk membantu masyarakat miskin.
Isu penaikan BBM bersubsidi kembali mencuat karena pemerintah menyatakan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2013 dapat melebihi 2% akibat kenaikan beban subsidi yang melebihi Rp200 triliun dan pengaruh pelemahan ekonomi global.
"Kebijakan tersebut saat ini menjadi hitung-hitungan politis saja," katanya.(17/yop)