BISNIS.COM, JAKARTA—Kementerian Perhubungan menyatakan standardisasi upah minimum sektor kelautan akan diupayakan naik mendekati standar internasional seiring dengan meningkatnya kebutuhan kapal yang mendorong kesejahteraan pelaut.
Menteri Perhubungan E.E Mangindaan mengatakan Indonesia saat ini belum siap secara keseluruhan jika standardisasi gaji minimum internasional dipaksakan sama. Dengan demikian untuk saat ini pertumbuhan gaji di Indonesia masih sejalan dengan perkembangan industri maritim.
“Kita berusaha menuju [standard] IMO. Kalau kita paksakan sementara kita belum siap, akan bangkrut semua, tapi bicara UMR itu pelaut di atasnya,” katanya usai acara Wisuda Perwira Program Diploma IV dan Pelantikan Diklat Pelaut I, II, II, Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran di Jakarta, Kamis (14/3/2013).
STIP merupakan sekolah pelayaran yang dulunya bernama Akademi Ilmu Pelayaran. Acara itu mewisuda 108 taruna/pasis sebagai perwira lulusan program Diploma IV regular dan program Officer Plus 60 sebanyak 108 orang taruna. Adapun yang dilantik dari program diklat pelaut I, II, dan III STIP sebanyak 220 orang pasis.
Lebih lanjut Menhub mengatakan penggajian sektor kelautan memang selama ini masih mengikuti perkembangan di bidang kepelautan itu sendiri sehingga apabila industri kelautan terus bertmbuh, imbasnya mendorong kenaikan gaji.
“Kita memang menggunakan perkembangan itu sendiri di bidang kepelautan jadi buruh dan pelaut kita itu makin tumbuh [industri], makin naik. Sektor pelabuhan dan kelautan lebih tinggi dari pada UMR,” kata Mangindaan.
Berdasarkan data Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) belum ada standardisasi upah minimum regional sektoral kelautan mengingat gaji pelaut level bawah di Indonesia paling rendah di ASEAN.
KPI mencatat masih ada gaji pelaut di Indonesia level bawah yang masih antara Rp1,5 juta—Rp2 juta, jauh dari patokan organisasi buruh internasional atau International Labour Organization/ILO sebesar US$917 per bulan untuk pelaut tingkat bawahan.
Menhub menilai sektor tranportasi menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan paling pesat di Indonesia saat ini dan menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Keunggulan itu nampak dari pembelian kapal oleh pemerintah dan swasta yang berimbas langsung pada kebutuhan operator kapal.
Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk memperbanyak penerimaan taruna dan taruni Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) agar mampu menjawab kebutuhan yang dirasa makin lama makin bertambah.
“Tidak usah jauh—jauh, tahun ini saja ada 20 kapal yang kami [pemerintah] siapkan kan mesti ada awaknya, belum lagi kapal—kapal yang dibeli dari galangan luar negeri. Kami ingin berupaya melipatgandakan penerimaan taruna taruni baik teknika maupun nautika,” katanya.
Menhub menegaskan soal pemilihan bekerja di kapal asing oleh pelaut dalam negeri merupakan suatu kebebasan. Bekerja di kapal asing, katanya, juga tidak mudah karena memiliki persyaratan tambahan misalnya kemampuan bahasa.
“Itu hal yangg wajar [kerja di LN]. Itu kebebasan mereka, tapi tuntutan juga banyak. Bahasa, lalu soal baru kerja 2 bulan sudah minta pulang. Home sick juga jadi masalah, tau—tau sudah pulang aja, jadi persyaratan dan mental juga harus sudah siap,” katanya.
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Kemenhub mencatat industri transportasi laut Indonesia, kekurangan pelaut tingkat perwira sebanyak 18.000 orang dan tingkat rating 25.000 orang.(msb)