Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PT FREEPORT Wajib Bangun Pabrik Smelter Paling Lambat 2014

BISNIS.COM, JAKARTA--Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta PT Freeport Indonesia mengajukan usulan dan kendalanya dalam membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) bijih mineral di alam negeri agar dapat segera difasilitasi

BISNIS.COM, JAKARTA--Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta PT Freeport Indonesia mengajukan usulan dan kendalanya dalam membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) bijih mineral di alam negeri agar dapat segera difasilitasi oleh pemerintah.

Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan seharusnya Freeport tidak lagi berbicara faktor keekonomian dalam membangun smelter.

Pasalnya, pengolahan dan pemurnian dalam negeri mengamanatkan perusahaan pemegang kontrak karya (KK) paling lambat membangun smelter paling lambat 2014.

“Jangan bicara lagi soal membangun smelter tidak ekonomis. Harusnya, buat laporan yang menyebut pembangunan smelter di dalam negeri ekonomis dengan catatan tertentu, catatan itu misalnya insentif yang diminta. Pasti akan kami fasilitasi itu,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Selasa (12/3/2013).

Thamrin mengungkapkan saat ini lembaga afiliasi penelitian dan industri Institut Teknologi Bandung (LAPI-ITB) melakukan kajian mengenai kelayakan dan keekonomian pembangunan smelter di dalam negeri.

Dari situ nantinya akan diketahui apa saja yang perlu dilakukan pemerintah untuk mendorong perusahaan membangun smelter dan melaksanakan amanat UU No. 4/2009.

Menurutnya, pemerintah siap memfasilitasi permintaan insentif yang diajukan pengusaha yang ingin membangun smelter.

“Bilang saja, membangun smelter itu ekonomis kalau ada insentif harga, insentif energi, insentif pajak dan tersedia lokasi yang memadai. Itu akan kita fasilitasi,” jelasnya.

Thamrin menegaskan pemerintah akan tegas menerapkan larangan ekspor bijih mineral pada 2014 mendatang.

Kebijakan tersebut akan dikenakan kepada seluruh perusahaan pertambangan mineral pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan KK yang saat ini beroperasi di Tanah Air.

Dalam kesempatan itu, Thamrin juga mengungkapkan usulan untuk penggunaan dana dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk pembangunan smelter.

“Skenario penggunaan APBN untuk membangun smelter itu kan paling hanya memerlukan US$1,5 miliar, untuk penyertaan modal pemerintah kan ada Antam [PT Aneka Tambang (Persero) Tbk] yang sudah berpengalaman,” tuturnya.

Selain itu, Thamrin juga mengusulkan perluasan kapasitas PT Smelting Gresik yang selama ini mengolah 30% konsentrat tembaga dari Freeport dan Newmont.

Dengan begitu, bijih mineral yang akan terserap menjadi lebih banyak, dan produk turunan dari pengolahan konsentrat tembaga itu pun dapat dimanfaatkan oleh sektor lain.

“Untuk perluasan di Gresik, PLN siap untuk memasok listriknya, PPN [Pajak Pertambahan Nilai] 10% pun sedang kami bicarakan agar diberikan insentif oleh Kementerian Keuangan.

Selain itu, produk turunannya seperti sulfat dan gypsum kan dapat dimanfaatkan oleh industri pupuk, selama ini kan kita mengimpor sulfat dari Timur Tengah,” ungkapnya.

Sebelumnya, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik B Sutjipto mengatakan perusahaan siap berpartisipasi dan mendukung feasibility study terkait pembangunan smelter bersama instansi yang ditunjuk pemerintah.

Baik itu badan usaha milik negara (BUMN) ataupun perguruan tinggi dalam mengkaji pembangunan smelter di dalam negeri.

Hal tersebut merupakan salah satu opsi yang tengah dikaji oleh internal perusahaan terkait implementasi dari amanat UU No. 4/2009.

Sementara opsi lainnya adalah Freeport akan bekerja sama dengan pihak ketiga yang ingin membangun smelter untuk menjamin pasokan konsentrat sebagai bahan baku yang akan diolah di smelter tersebut.

Seperti diberitakan Reutters, Senior Vice President Marketing and Sales Freeport McMoRan Copper and Gold Javier Targhetta mengatakan Freeport lebih memilih untuk menjadi pemasok konsentrat kepada seluruh smelter di dalam negeri dibandingkan dengan membangun smelter sendiri.

Pembangunan smelter menurutnya adalah bisnis yang sulit karena membutuhkan modal yang besar dengan keuntungan yang minim.

Bahkan, Javier tidak melihat ada nilai tambah dari sisi current treatment and refining charges (TC/RCs) dari pembangunan smelter itu.(35/yop)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yoseph Pencawan
Editor : Others
Sumber : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper