JAKARTA—Pemerintah akan mempercepat pengajuan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2013 jika proyeksi deviasi asumsi makro sudah mencapai 10%.
“Kita rush untuk melakukan revisi APBN apabila perubahannya menyentuh 10%,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa di Gedung Kemenko, Selasa (5/3).
Hatta mengatakan saat ini sudah ada tanda-tanda perubahan asumsi makro yang terlihat. Namun, lanjutnya, perbedaan indikator makro saat ini terhadap asumsi pemerintah dinilai belum cukup kuat untuk mengadakan percepatan pengajuan APBN-P 2013. Menko memastikan perubahan ini akan terus dicermati agar tidak terlambat menyikapinya.
Dalam UU no.19/2012 tentang APBN Tahun Anggaran 2013 disebutkan penyesuaian postur APBN 2013 bisa segera dilakukan apabila proyeksi pertumbuhan ekonomi paling rendah 1% di bawah asumsi makro atau asumsi makro lainnya mengalami deviasi paling rendah sebesar 10% dari yang ditetapkan. Hal berbeda berlaku untuk prognosis lifting, yaitu dengan batas deviasi paling rendah 5%.
APBN 2013 mencatatkan asumsi makro terdiri dari pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8%, nilai tukar rupiah terhadap dollar sebesar Rp9.300/US$, harga Indoesia Crude Price (ICP) senilai US$100/barel, lifting minyak sebanyak 900.000 barel/hari, dan lifting gas sebanyak 1,36 juta barel/hari setara minyak.
Namun, pemerintah memproyeksikan pada 2013 pertumbuhan ekonomi akan berkisar 6,6%-6,8%, nilai tukar sekitar Rp9.300-9.700/US$, dan harga ICP US$100-109/barel.
Adapun, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) berencana merevisi target lifting minyak menjadi kisaran 830.000-850.000 barel/hari dan lifting gas sebanyak 1,24-1,36 juta barel/hari setara minyak.
Hatta mencontohkan beberapa indikator makro seperti kenaikan harga ICP dan proyeksi lifting minyak yang lebih rendah belum menjadi alasan kuat diadakannya percepatan pengajuan APBN-P 2013.
Dia mengungkapkan harga Indonesia Crude Price (ICP) yang saat ini mencapai US$114/barel belum bisa dijadikan proyeksi untuk sepanjang tahun.
“Misalnya, kalau anda bicara ICP, itu bicara the whole years. Ini kan baru berapa bulan,” ujarnya.
Selain itu, Menko juga mengatakan kekhawatiran turunnya penerimaan negara sektor migas akibat target lifting minyak yang diperkirakan tidak tercapai bisa diimbangi dari peningkatan lifting gas. Dia mengungkapkan realisasi lifting minyak pada 2012 berada di bawah target, tetapi realisasi penerimaan sektor migas bisa memenuhi target.
Realisasi penerimaan sektor migas pada 2012 mencapai 103,8% dari target APBN-P 2012 atau Rp205,8 triliun dari targetnya sebesar Rp198,3 triliun. Padahal, realisasi lifting minyak lebih rendah dari target APBN-P 2012, yaitu +/- 900.000 barel/hari dari targetnya 930.000 barel/hari. Adapun, target penerimaan migas ditetapkan sebesar Rp174,9 triliun dalam APBN 2013,
Anny Ratnawati, Wakil Menteri Keuangan, mengatakan Kementerian Keuangan saat ini belum membicarakan percepatan pengajuan APBN-P.
“Kita belum bicara mengenai APBN-P, nanti kita lihat,” ujarnya saat ditemui di Gedung Bappenas, Selasa (5/3).
Kemenkeu, lanjutnya, saat ini sedang berkonsentrasi untuk mendorong proses penyerapan APBN 2013 agar bisa segera dicairkan seperti yang telah direncanakan. Pasalnya, penyerapan belanja negara baru mencapai 4,9% sampai dengan awal Maret tahun ini.