JAKARTA-PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) bersedia membayar pajak pengalihan aset proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Sarulla,Tapanuli Utara, Sumatera Utara, agar dapat mempercepat proses pembangunan pembangkit yang sudah direncanakan sejak 1994 lalu.
Kepala Divisi Energi Terbarukan PLN Mochammad Sofyan mengatakan draf final dari kontrak pembangunan PLTP Sarulla memang menyebut pajak pengalihan aset akan dibayarkan oleh PLN. Akan tetapi, setelah 30 tahun pembangkit tersebut beroperasi, maka yang ada di pembangkit itu akan menjadi milik PLN.
"Sebenarnya masih ada dua pendapat mengenai pajak pengalihan aset. Akan tetapi, kalau memang nanti ada pajak pengalihan aset, kami akan bayarkan. Jumlahnya kan 10%, karena itu pajak pertambahan nilai (PPN)," katanya, hari ini (25/2).
Sofyan menjelaskan perseroan harus menyediakan dana sebesar US$45 juta hingga US$50 juta untuk menanggung pajak pengalihan aset itu. Setelah 30 tahun, PLN juga nantinya harus menyiapkan kembali dana untuk pengalihan aset proyek itu karena sepenuhnya akan menjadi milik perseroan.
Pengalihan aset itu, paparnya, tidak akan berpengaruh banyak terhadap harga listrik yang nantinya akan disalurkan PLN dari pembangkit itu. “Harganya masih kompetitif, kan dari PLTP Sarulla harganya US$0,067. Dengan pajak yang ditanggung PLN, sama saja dengan PLN membeli dengan US$0,075 per kilowatt hour (KWh)".
Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM terkait feed in tarif listrik dari panas bumi sebesar US$0,1-US$0,18 per KWh. Besaran feed in tarif itu diberlakukan dengan memperhitungkan wilayah dan geografis PLTP itu.