Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sertifikasi Rotan Belum Tepat Waktu

JAKARTA--Pelaku industri rotan menilai rencana sertfikasi rotan yang diinisiasi oleh beberapa lembaga tidak tepat waktu. Sekertaris Jenderal Asosasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI) Lisman Sumardjani mengatakan kondisi industri rotan harus diperbaiki

JAKARTA--Pelaku industri rotan menilai rencana sertfikasi rotan yang diinisiasi oleh beberapa lembaga tidak tepat waktu. Sekertaris Jenderal Asosasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI) Lisman Sumardjani mengatakan kondisi industri rotan harus diperbaiki dahulu sebelum diterapkan kebijakan sertifikasi.

"Semua bisa dilakukan kalau bisnis dalam kondisi normal, hulu dan hilirnya hidup. Sekarang kondisinya sedang tidak sehat," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (21/2).

Kondisi kurang sehat, lanjutnya, tampak dari lesunya industri hulu akibat minimnya pasokan. Menurutnya, petani pemungut rotan hanya bisa memungut 200 kilogram—300 kilogram rotan mentah sekali jalan.

Jumlah tersebut jauh menurun dibandingkan dengan jumlah pungutan sebelum pelarangan ekspor. Dahulu, petani pemungut bisa mengambil 700 kilogram--1.000 kilogram per sekali jalan.

"Zaman dulu petani pemungut rotan pergi 10 hari bisa dapat 700kg hingga 1 ton, karena waktu itu bisa laku semua. Sekarang yang laku hanya jenis tertentu karena produsen pengolah rotan dalam negeri hanya butuh 6--7 jenis rotan saja," imbuhnya.

Minimnya pasokan dari petani juga berimbas pada kenaikan harga. Rotan yang dahulu bisa didapat dengan harga Rp6.000--Rp7.000 per kilogram kini harganya melejit hingga Rp9.000 per kilogram.

Meski demikian, kenaikan harga tidak serta merta beriring dengan bergairahnya petani pemungut rotan. Lisman menyebut minimnya jenis rotan yang bisa dipungut mengakibatkan banyaknya petani pemungut rotan yang beralih usaha.

"Harganya memang naik, tapi volumenya turun drastis jadi tidak terkejar. Misalnya dulu harga di tingkat petani Rp1500 kalau dapatnya 700 kg kan sampai Rp1 juta lebih, saekarang harganya Rp3000 per kilogram, tetapi dapatnya cuma 200kg, hitungannya tetap rugi," bebernya.

Selain kondisi industri yang kurang bagus, lanjutnya, sertifikasi rotan lestari dinilainya tidak berpengaruh besar terhadap industri. Pasalnya, keberadaan industri rotan justru mengindikasikan kalau lingkungan dikelola secara lestari.

 

"Rotan itu kan hanya dipungut, hanya ada kalau ada hutannya. Yang namanya rotan pasti ada hutan, jadi pasti lestari," ungkapnya.

 

Seperti tambahan informasi, Indonesia sedang menginisiasi skema sertifikasi rotan lestari di tingkat kabupaten. Beberapa pihak yang terlibat dalam program tersebut a.l Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), Yayasan Rotan Indonesia, dan Konsorisum Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK).

 

Meski dinilai tidak tepat waktu, tetapi kebijakan sertifikasi disambut baik oleh APRI. Lisman menilai sertifikasi merupakan salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh pelaku industri saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : M. Kholikul Alim
Editor : Others
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper