JAKARTA--Usulan untuk mengubah pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi pajak penjualan dinilai sebagai tidak tepat karena justru menimbulkan risiko pemungutan pajak berganda (double taxation).
Bambang P.S. Brodjonegoro, Plt. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, mengatakan pemerintah justru berupaya mengalihkan pajak penjualan menjadi pajak pertambahan nilai atau value added tax (VAT). Hal tersebut dilakukan guna mengurangi pemungutan pajak berganda yang berisiko menimbulkan tingginya restitusi setoran pajak.
"Pajak penjualan itu justru tidak bagus karena justru menimbulkan double taxation," kata Bambang di Kemenkeu, Senin (11/2/2013).
Sebelumnya, Komite Ekonomi Nasional mengusulkan agar pemerintah mengubah pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi pajak penjualan (PPn).
Selain itu, KEN merekomendasikan agar tarif PPN dinaikkan dari 10% menjadi 13%, PPh badan diturunkan dari 25% jadi 20%, PPh pribadi diturunkan dari 30% menjadi 25%, dan pajak dividen dihapuskan dari 10% menjadi 0%.
Bambang menuturkan PPN merupakan setoran pajak yang sangat diandalkan. Pada 2011 dan 2012 realisasi penerimaannya mencapai 30% dari penerimaan negara sektor perpajakan, yakni berturut-turut Rp277,8 triliun dan Rp336,1 triliun.
"PPN masih sangat mungkin untuk dioptimalkan karena effective tax rate-nya masih di bawah yang seharusnya. PPN kan 10%, harusnya pajaknya 10% dari total konsumsi. Jadi kita masih bisa perbaiki di situ," kata Bambang.
Apabila dioptimalkan, penerimaan PPN berpotensi mencapai Rp522,8 triliun dengan asumsi total konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah mencapai Rp5.228 triliun seperti realisasi dalam Produk Domestik Bruto 2012.
Fuad Rahmany, Dirjen Pajak Kemenkeu, mengatakan sebagian besar negara menerapkan PPN, misalnya negara di kawasan Eropa. Sedangkan yang masih menerapkan sistem pajak penjualan adalah Amerika Serikat.
Dalam Undang-Undang No.28/2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, kata Fuad, pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen dikenakan dalam bentuk PPN. Untuk mengubah sistem PPN, harus dilakukan revisi terhadap UU KUP tersebut.
"PPN sekarang sistem admin saya perbaiki untuk mengurangi kelemahan dobel tax, di mana beban adminnya sangat berat," kata Fuad.
Meski pajak penjualan beban adminnya dinilai lebih sederhana, tetapi sistem pajak ini lebih rentan terhadap masalah pajak berganda.
"Di PPN kan ada pajak pemasukan, pajak pengeluaran. Nah itu buat burden adminnya luar biasa, jadi ada kelemahannya juga," ujarnya. (msb)