JAKARTA: Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4%-6,8% pada 2013. Proyeksi ini lebih rendah dari proyeksi pemerintah dalam rancangan RKP 2013, yakni 6,8%-7,2%.
Darmin Nasution, Gubernur Bank Indonesia, mengatakan ketidakpastian kondisi eksternal harus diwaspadai. Pasalnya perlambatan ekonomi global dapat menekan pertumbuhan ekspor di tengah tingginya laju impor dan mempengaruhi arus kapital.
Bank Indonesia memperkirakan, hingga akhir 2012, prospek ekonomi global masih cenderung rentan. Namun, pada 2013, pertumbuhan ekonomi dunia diharapkan sedikit membaik, seiring kemajuan penyelesaian krisis di Eropa.
Perekonomian Indonesia pada 2013, kata Darmin, diharapkan tetap meningkat relatif baik, seiring membaiknya permintaan global, pertumbuhan ekspor yang lebih baik dari kuartal belakangan ini, dan investasi yang terus meningkat.
"Konsumsi relatif masih tinggi, jadi kami proyeksikan pertumbuhan ekonomi 2013 akan ada di kisaran 6,4%-6,8%," kata Darmin dalam rapat dengar pendapat dengan Badan Anggaran DPR hari ini, Selasa 29 Mei 2012.
Proyeksi BI ini lebih rendah dari proyeksi laju pertumbuhan ekonomi yang diajukan pemerintah dalam penyusunan RKP 2013, yakni 6,8%-7,2%. Sementara itu, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini berada di kisaran 6,3%-6,7%.
Menurut Darmin, BI dan Kementerian Keuangan berkomitmen untuk bekerja sama dengan optimal untuk mengelola perekonomian nasional. Utamanya, dengan menjaga stabilitas ekonomi di tengah perkembangan global.
Rupiah
Ketidakpastian global juga mempengaruhi prospek nilai tukar. Dalam hampir 5 bulan pertama 2012, kata Darmin, rata-rata nilai tukar rupiah mencapai Rp9.112 per dolar Amerika Serikat. Realisasi itu mencerminkan depresiasi sebesar 3,78% dibandingkan realisasi periode yang sama tahun lalu, yakni Rp8.768 per dolar AS.
"Dari minggu ke minggu, pasar itu risk on-risk off, sebentar cerah sebentar gelap," kata Darmin.
Tren perlemahan rupiah, jelas Darmin, juga tidak terlepas dari pelarian modal asing ke pasar keuangan global yang dianggap lebih aman alias safe haven. Hal ini juga dialami oleh beberapa mata uang negara-negara di kawasan, kecuali Jepang.
Laju ekspor yang tidak sebanding dengan pertumbuhan ekspor juga dinilai Darmin memicu tekanan pada neraca transaksi berjalan dan berujung pada pelemahan kurs.
Pada 2012, BI memproyeksikan nilai tukar berada pada kisaran Rp9.100-Rp9.300 per dolar AS. Kondisi serupa diproyeksi BI terjadi pada 2013.
"Prospek 2013, ekonomi global diharapkan relatif lebih baik, FDI diharapkan juga meningkat, sehingga bisa meningkatkan surplus neraca kapital dan finansial serta berkontribusi terhadap rupiah. Proyeksi kami Rp9.100-Rp9.300 per dolar AS pada 2013," kata Darmin.
Rentang nilai tukar yang diproyeksi BI ini lebih pendek dibandingkan proyeksi pemerintah dalam rancangan RKP 2013, yakni Rp8.700-Rp9.300 per dolar AS.
Sementara itu, memantau pekembangan pasokan barang dan jasa yang terkendali dan minimnya tekanan dari administered price, BI memproyeksikan inflasi tahun ini berada pada kisaran 4,5% plus minus 1%, sedangkan 2013 berada pada sasaran 3,5%-4%. Proyeksi ini sedikit lebih rendah dari asumsi pemerintah yang memperkirakan inflasi 2013 di kisaran 4,5%-5,5%. (sut)
BACA JUGA:
- IHSG SIANG: Inilah 5 saham paling banyak dijual asing
- IHSG PAGI: Regional mixed, indeks turun 0,55% ke 3.896,94
- BURSA ASIA: Akses kredit Spanyol menyempit, indeks Asia turun
- KRISIS EROPA & YUNANI—Bursa Kanada pun memerah
- KRISIS YUNANI —Bursa Eropa masuki zona merah
- BURSA EFEK INDONESIA: Indeks Berpeluang Menguat Kembali