JAKARTA: Pemerintah berharap peningkatan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dapat mendorong konsumsi masyarakat sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi pada 2012 ke level 6,5%.
Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo mengatakan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3% pada kuartal I/2012 sudah cukup baik. Namun, memang lebih rendah dibandingkan target pemerintah 6,5%, akibat pencapaian ekspor-impor yang lebih rendah.
"Untuk saya itu cukup baik 6,3%. Pertimbangannya, kuartal I itu biasanya masih memungkinkan untuk kuartal II, III, IV terjadi peningkatan," kata Agus, Senin, 9 Mei 2012.
Investasi yang tumbuh 9,9% pada kuartal I/2012 ini dinilai Agus tinggi dan akan berdampak positif terhadap perekonomian domestik. Hal ini membuat pemerintah optimistis bahwa target pertumbuhan ekonomi 6,5% pada tahun ini masih bisa dicapai.
Selain investasi, konsumsi domestik juga disebut Agus sebagai pendorong utama roda perekonomian. "Dan kalau nanti kita bisa dapat persetujuan peningkatan PTKP itu akan membangun pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Seperti diketahui pemerintah berencana meningkatkan PTKP dari Rp15,84 juta menjadi Rp18-24 juta per tahun. Namun, inisiatif ini harus mendapat persetujuan DPR.
"Nantikan begitu sudah mendapatkan keputusan dari pemerintah, kita akan selesaikan 2012. Sekarang kan DPR masih reses, nanti di minggu ketiga Mei kita akan kirim," ungkapnya.
Badan Pusat Statistik melaporkan, produk domestik bruto atas dasar harga berlaku yang terbentuk pada kuartal I/2012 sebesar Rp1.972,4 triliun. Di sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga menyumbang kontribusi terbesar yakni 55%, sedangkan konsumsi pemerintah menyumbang 7%, Pembentukan Modal Tetap Bruto 31,8%, ekspor 24,8%, dan impor 24,8% dari total PDB.
Pada kesempatan terpisah, Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam mengatakan di tengah kondisi ekonomi global yang melemah agak sulit bagi Indonesia untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 6,5%.
Pasalnya, papar Latif, ekspor akan melambat karena perekonomian di negara destinasi ekspor Indonesia belum pulih. "Ekspor tidak lagi sebagus tahun-tahun sebelumnya," ujarnya ketika dihubungi Bisnis.
Namun, kinerja investasi masih dinilai positif sebagai dampak kenaikan rating surat utang Indonesia dari Moody's dan Fitch rating.
"Harus bersyukur karena kita dapat investment grade dari Fitch dan Moody's. Tapi keterlambatan dari lembaga pemeringkat Standard & Poor's perlu jadi perhatian pemerintah," ungkap Latif.Penundaan keputusan investment grade bagi Indonesia dari S&P, kata Latif, bisa berdampak kontraproduktif bagi realisasi investasi di kuartal II, III, dan IV tahun ini. Sebaliknya, kalau ketiganya memberikan investment grade, confidence investor terhadap Indonesia akan makin bagus sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.(msb)
>>BACA JUGA
Usaha pertambangan minta kelonggaran melengkapi dokumen