Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ANTISIPASI KRISIS: Investasi harus digenjot

Ana NovianiJAKARTA: Investasi menjadi komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi yang harus digenjot seiring dengan dampak buruk krisis ekonomi global di sektor ekspor. Untuk itu, iklim investasi yang kondusif harus terus ditingkatkan.Menteri Perencanaan

Ana NovianiJAKARTA: Investasi menjadi komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi yang harus digenjot seiring dengan dampak buruk krisis ekonomi global di sektor ekspor. Untuk itu, iklim investasi yang kondusif harus terus ditingkatkan.Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Armida Alisjahbana mengungkapkan Indonesia memiliki modal yang memadai untuk mencapai target pertumbuhan 7% pada 2014. Namun, permasalahan tumpang tindih lahan, perizinan, dan buruh harus segera dibenahi agar tidak menjadi risiko penghambat pertumbuhan investasi di Tanah Air.Menurut Armida, peringkat investment grade dari dua lembaga rating investasi, Fitch Ratings dan Moody's Investment Service, selesainya Undang-Undang Pengadaan Lahan untuk Pembangunan, dan UU Jaminan Sosial Nasional merupakan modal yang menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan."Dengan modal itu, sebenarnya 7% growth pada 2014 itu cukup realistis. Tapi dua hal yang lagi hangat itu, buruh dan lahan harus cepat ada solusi, solusi, solusi," ujar Armida.Armida juga melihat pertumbuhan ekspor akan melambat seiring risiko krisis ekonomi global yang memburuk. Namun, Kepala Bappenas ini tetap optimistis melihat pertumbuhan konsumsi domestik yang terus meningkat sebagai refleksi peningkatan daya beli masyarakat dan pertumbuhan kelas menengah."Ini kita jaga, jangan sampai drop. Di samping itu, investasi kita dorong karena ini multiplier effect-nya paling besar. Tapi tidak mudah melihat kondisi global sekarang," akunya.Kontribusi belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi, lanjut Armida, terbilang tidak terlalu besar. Karena sebagian besar masuk dalam government spending berupa belanja rutin, non-belanja modal, sehingga tidak termasuk investasi. Sementara investasi pemerintah yang masuk dalam PMTB terbilang kecil.Untuk itu, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang mayoritas adalah investasi dari BUMN, swasta, dan masyarakat harus didukung oleh perbaikan iklim investasi, infrastruktur, keamanan, perburuhan, dan tingkat inflasi yang kondusif."Investasi kan banyak faktornya, infrastruktur, perizinan, buruh yang kondusif. Kalau ini tidak diperbaiki investment grade kurang bisa termanfaatkan," katanya.Berdasarkan kajian Bappenas, untuk mencapai pertumbuhan 6,7% pada 2012, konsumsi masyarakat harus tumbuh 5,2%, konsumsi pemerintah tumbuh 6,8%, ekspor tumbuh 10,2%, dan PMTB tumbuh 11,5%.Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Azhar Lubis menuturkan seiring diraihnya investment grade, pemerintah tetap menargetkan investasi sebesar Rp287,5 triliun pada 2012 atau tumbuh sekitar 15% dibandingkan realisasi investasi langsung 2011 yang mencapai Rp251,3 triliun. Untuk itu, saat ini pemerintah fokus pada perbaikan infrastruktur baik jalan tol, pelabuhan, maupun pembangkit listrik."Jika nanti investasi meningkat tapi listrik belum ada, bisa repot. Kementerian BUMN juga telah mencanangkan pembangunan pelabuhan laut, udara dan kereta api. Kita harapkan BUMN ini begerak, di saat swasta ragu-ragu, sehingga BUMN jadi pendobrak investasi," ujarnya.Azhar juga mengingatkan agar pemerintah daerah terus memperbaiki iklim investasinya. Seiring perbaikan infrastruktur, lanjutnya, birokrasi juga harus diperbaiki, misalnya dengan mempercepat pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), memperbaiki regulasi/peraturan daerah yang tidak pro-investasi, dan menghapuskan pungutan liar.Ekonom Universitas Atma Jaya A. Prasetyantoko menambahkan untuk dapat menarik investasi asing langsung (foreign direct investment), pemerintah perlu membangun supply chain di dalam negeri, termasuk berbaikan infrastruktur dan meningkatkan kapasitas manufaktur."Seiring investment grade, kapasitas manufaktur harus didorong sehingga ada supply chain dan membangun industri kita makin kompetitif di pasar global," ujarnya.Selama ini, tambah Prasetyantoko, FDI yang masuk ke Indonesia sebagian besar menyedot bahan baku impor. Pasalnya, FDI yang kebanyakan farmasi, perhubungan, dan telekomunikasi masih sangat bergantung pada bahan baku dan penolong impor. Apabila supply chain di dalam negeri terbangun dengan baik, ketergantungan terhadap impor menurun, dan berpotensi mendorong ekspor dan investasi untuk tumbuh optimal.  (04/Bsi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Diena Lestari
Sumber : Ana Noviani

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper