JAKARTA: Perbaikan infrastruktur, logistik dan energi dinilai dapat mendorong efisiensi biaya produksi dan berpotensi membuka peluang penaikan upah pekerja.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan semua pihak setuju untuk mendukung kesejahteraan buruh, namun harus ada efisiensi dalam struktur biaya perusahaan, sehingga kenaikkan upah buruh tidak membebani biaya produksi.
"Kita setuju buruh mendapatkan kesejahteraan yang baik. Perusahaan itu kan struktur cost-nya terdiri dari bahan baku, modal, energi, dan logistik. Kalau itu tinggi, buruh terpaksa susah naiknya," tutur Jusuf dalam acara Economic and Capital Market Outlook 2012 hari ini.
JK, sapaan akrabnya, mengingatkan bahwa upah yang tinggi dapat mendorong tingginya daya beli masyarakat dan akan menggiatkan konsumsi domestik. Untuk itu, pemerintah harus serius dalam memperbaiki logistik, infrastruktur, dan ketersediaan listrik utuk memotong biaya produksi di luar sisi upah pekerja.
"Jadi sekali lagi kita ingin buruh upahnya naik, supaya daya belinya tinggi. Jangan lupa kalau buruh upahnya rendah, daya belinya juga rendah. Cuma harga pokok kan terambil bunga kredit yang tinggi, logistik, dan listrik. Kalau ini bisa kita efisienkan buruh bisa kita naikkan," ujarnya.
Menurut JK, selain menimbulkan high cost, bunga kredit yang tinggi juga menjadi salah satu kendala persaingan usaha di kancah global. Tingkat suku bunga kredit perbankan di Indonesia yang masih mencapai double digit, yakni sekitar 12%, terbilang sangat tinggi dibandingkan dengan China yang tingkat bunga kreditnya hanya sekitar 5%. Hal ini menyulitkan korporasi dalam memperoleh modal usaha yang berbiaya murah.
Sementara itu, tingginya harga listrik sebagai komponen produksi, dinilai JK sebagai akibat dari kebijakan energi yang keliru. "Di bandingkan dengan China, listrik kita memang lebih mahal. Tapi mereka itu murah karena listrik dihasilkan dari bahan bakar gas yang kita ekspor dengan harga sangat murah," tegasnya.
JK juga meningatkan pemerintah untuk membuat kebijakan yang optimistis di tengah kondisi ekonomi global yang mencerminkan outlook negatif, sehingga Indonesia dapat membalik keadaan dan mencari keuntungan diantara celah krisis.
"Kondisi pasti menurun, tapi kita harus bikin kebijakan yang optimis. Pasti Indonesia terkena dampaknya tapi krisis ini harus dibalik, jangan menangisi krisis, jangan mengeluh terus," tegasnya.
Ketua Umum Pengurus Pusat Palang Merah Indonesia (PMI) ini juga mendorong agar industri domestik menyerap komoditas bahan baku (raw material) Indonesia sebagai kompensasi melemahnya volume dan nilai ekspor dari pasar global. Apalagi ketika harga komoditas dunia seperti batu bara, karet dan timah turun, industri domestik harus ikut menyerap dan meningkatkan produksinya.
Selain itu, JK juga mengingatkan untuk terus menjalankan reformasi birokrasi untuk mempermudah proses berbisnis di Tanah Air dan meningkatkan iklim investasi. (sut)