JAKARTA: Pemerintah mengakui opsi menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi untuk mengendalikan anggaran subsidi energi dalam APBN sudah seharusnya ada dan ikut dipertimbangkan.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengungkapkan opsi menaikkan harga premium terkendala Undang-Undang No.22/2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012. Pasal 7 ayat 4 UU APBN 2012 menyebutkan pengendalian anggaran subsidi BBM 2012 dilakukan melalui pengalokasian yang lebih tepat sasaran, terutama mobil pribadi di Jawa-Bali per 1 April 2012.
Pasal 7 ayat 6 yang secara eksplisit mengganjal opsi kenaikan harga BBM bersubsidi. Pasal ini menyebutkan harga jual BBM bersubdisi tidak mengalami kenaikan, melainkan hanya melakukan pembatasan pemakaian premium bersubdisi.
"Kalau opsi itu terkendala UU APBN 2012 yang masih menutup opsi itu, makaMenteri ESDM dan Komisi VII DPR tampaknya akan mencari kesepakatan bagaimana agar opsi itu ada," ujar Hatta usai acara Mandiri Young Entrepreneur, hari ini, Jumat, 20 Januari 2012.
Menurut Hatta, seharusnya opsi kenaikan harga BBM bersubsidi harus ada untuk mengantisipasi lonjakan harga ICP seiring volatilitas harga minyak dunia yang tidak dapat diprediksi.
"Kita tidak tahu seperti apa harga energi ke depan. Biarlah opsi itu ada, sehingga nanti apa yang akan kita ambil akan tetap jalan," tuturnya.
Meski membuka opsi kenaikan harga premium, Hatta tetap mendorong berjalannya strategi konversi BBM ke gas untuk mengurangi konsumsi BBM untuk kendaraan roda empat. Hatta juga menegaskan komitmen pemerintah untuk membagikan dan memperbanyak converter kit yang akan dibagikan gratis untuk kendaraan umum. Selain itu, pemerintah juga berniat memperbaiki transportasi publik.
Opsi kenaikan harga BBM bersubdisi sebelumnya telah dihembuskan sejumlah ekonom. Namun, baru-baru ini, Wakil Menteri ESDM Widjajono Partowidagdo mengungkapkan sejumlah skema untuk opsi menaikkan harga premium.
Secara sederhana ada tiga opsi yang diajukan, yakni menaikkan harga premium untuk mobil pribadi secara bertahap, menaikkan harga secara otomatis sebesar 5% setiap bulan, dan mengurangi subsidi pajak dan alpha (margin+biaya distribusi) pada harga BBM bersubsidi. Tiga skema tersebut bermuara pada harga keekonomian BBM premium dan meringankan beban subsidi energi dalam postur APBN.
Rekomendasi Kementerian ESDM, tambah Hatta, merupakan sebuah opsi yang harus dibahas dengan DPR. Menurutnya, semakin banyak opsi mengurangi subsidi BBM, maka akan semakin baik.
"Strategi kita untuk dapat mengurangi ketergantungan pada BBM itu harus berjalan baik, dengan mempercepat dan memperluas penggunaan BBG. Perkara soal harga itu naik atau tidak itu tergantung pemerintah, saat dan situasi yang tepat," katanya.(LN)