Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

 

JAKARTA: Perlambatan ekonomi global menuntut dukungan dalam negeri yang solid. Otoritas lokal diharap dapat mengambil peran untuk memperkuat dan meningkatkan permintaan domestik.
 
Tai Hui, Head of Research Southeast Asia Standard Chartered Bank mengungkapkan perlambatan ekonomi Amerika Serikat dan resesi akibat krisis utang di Eropa akan berdampak buruk pada mesin ekspor dunia. Meski dalam jangka pendek, permintaan domestik masih cukup baik, namun konsumsi dan investasi memiliki korelasi yang erat dengan kinerja ekspor.
 
"Otoritas lokal harus menjaga permintaan dan daya beli karena faktor domestik harus diwaspadai di samping faktor global atau regional yang mempengaruhi perekonomian," ujar Hui dalam acara Global Research Briefing 2012, hari ini, Rabu, 11 Januari 2012.
 
Sementara itu, risiko yang dapat memicu peningkatan inflasi di kawasan Asia secara umum, utamanya berasal dari aliran modal (capital flow) yang rentan mengalami volatilitas. "Inflasi dari konsumsi cenderung tidak terlalu mengkhawatirkan, karena harga komoditas cenderung stabil walaupun konsumsi domestik sedikit mengalami penurunan," tuturnya.
 
Kebijakan fiskal dan moneter serta stabilitas politik juga dinilai Hui sebagai faktor penting untuk menjaga daya tahan Asia--termasuk Indonesia dalam menghadapi gejolak ekonomi global. 
 
"Dinamika politik di Asia akan berdampak pada ekonomi, misalnya pemilihan umum dan krisis kepemimpinan di beberapa negara, juga konflik di kawasan Timur Tengah. Ini akan berdampak bukan hanya dalam lingkup lokal, tapi juga regional," ujar Hui.
 
Fauzi Ichsan, Ekonom Senior Standard Chartered Bank juga menyoroti kebijakan dan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai faktor penting untuk menunjang pertumbuhan ekonomi Indonesia.
 
"Kemampuan pengelolaan anggaran di daerah itu harus ditingkatkan, karena itu kan jadi tombak pembangunan nasional. Kalau anggaran dan dana tersedia tapi pengelolanya tidak punya kapasitas yang memadai, tidak akan berdampak besar untuk mendorong ekonomi walaupun sudah ada desentralisasi fiskal," ujarnya.
 
Fauzi juga menekankan pentingnya stabilitas politik, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil, sebagai kompensasi inefektivitas pemerintahan. 
 
Chief Economist & Group Head of Global Research Standard Chartered Bank Gerard Lyons menambahkan, kebijakan pemeritah harus dapat mengendalikan volatilitas yang ditimbulkan dari gejolak perekonomian global. Lyons menegaskan jangan sampai kebijakan disusun berdasarkan nafsu politik.
 
"Konsumsi domestik masih akan mendominasi pertumbuhan Indonesia, sekitar 4,7% pada 2012, dengan angka pertumbuhan ekonomi 5,8%. Sementara inflasi ada di level 5%, termasuk asumsi pembatasan BBM bersubsidi dan kenaikan tarif dasar listik, tapi ini belum termasuk risiko kekurangan pangan dan banjir," tutur ekonom Standart Charterd Bank Eric Alexander Sugandi.
 
Standart Charterd Bank memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Asia, tidak termasuk Jepang, mencapai 6,5% pada 2012, dengan tingkat inflasi mencapai 3,3%. Meski lebih rendah dari pada pertumbuhan 2011 yang tercatat sebesar 7,3%, namun ekonomi Asia diprediksi akan kembali melaju ke level 7,5% pada 2013. (LN)
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Diena Lestari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper