Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PROYEK INFRASTRUKTUR: Pemerintah akan tarik utang LN Rp54 triliun

JAKARTA: Pemerintah akan memprioritaskan penarikan pinjaman luar negeri untuk sektor infrastruktur. Tahun ini, pemerintah menargetkan pembiayaan dari penarikan pinjaman luar negeri (bruto) mencapai Rp54,28 triliun.Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan

JAKARTA: Pemerintah akan memprioritaskan penarikan pinjaman luar negeri untuk sektor infrastruktur. Tahun ini, pemerintah menargetkan pembiayaan dari penarikan pinjaman luar negeri (bruto) mencapai Rp54,28 triliun.Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Lukita Dinarsyah Tuwo menuturkan blue book yang sedang disiapkan Bappenas, visi utamanya diarahkan pada sektor infrastruktur."Kita ingin lebih prioritaskan pinjaman-pinjaman untuk sektor infrastruktur, seperti yang presiden utarakan infrastruktur memang harus didorong," ujar Lukita, akhir pekan lalu.Pinjaman luar negeri, lanjutnya, juga akan disesuaikan dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) terutama yang terkait dengan energi dan infrastruktur. Pasalnya, pada periode 2011-2014, pemerintah harus menyiapkan alokasi hingga Rp363,5 triliun untuk infrastruktur dalam APBN. Namun, dalam APBN 2012, alokasi dana infrastruktur di luar belanja modal sebesar Rp36,7 triliun, dan dalam APBN-P 2011 hanya Rp20,6 triliun.Fokus program infrastruktur ini, lanjut Lukita, harus didukung dengan regulasi terkait pertanahan yang seringkali menghambat pencairan pinjaman."Tapi ini isunya banyak terkait dengan tanah. Kita harap dengan UU Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan menyusul Peraturan Pemerintah-nya, isu tanah ini bisa dengan cepat kita selesaikan," katanya.Menurut Lukita, regulasi terkait kerja sama pemerintah swasta (KPS) atau public private partnership (PPP) akan berdampak positif untuk mendorong pembangunan infrastruktur."Berkaitan dengan PPP, Perpres No.56/2011 kan baru selesai. Itu pun nanti  ada peraturan-peraturan menteri yang harus diselesaikan. Jadi mudah-mudahan dengan rangkaian peraturan yang selesai, termasuk lahan, fokus yang lebih tajam untuk infrastruktur bisa semakin baik, termasuk dalam memanfaatkan pinjaman luar negeri yang kita tarik," tutur Lukita.Lukita juga memaparkan, pemerintah akan membatasi sektor-sektor yang didanai melalui pinjaman dan hibah luar negeri. Sektor pendidikan yang sudah mendapatkan alokasi besar dalam APBN tidak boleh lagi memanfaatkan pinjaman luar negeri. Pembatasan sektor pendanaan pinjaman dan hibah luar negeri ini tengah dirumuskan dalam revisi blue bookyang diharapkan dapat rampung akhir Januari mendatang."Infrastruktur yang paling utama, sektor-sektor lain saya kira memang makin terbatas. Kalau pertahanan dan rumah sakit masih ada di dalam blue book, tapi itu hanya 1-2 saja," paparnya.Dalam APBN 2012, pemerintah menargetkan penarikan pinjaman luar negeri (bruto) mencapai Rp54,28 triliun, yang terdiri dari pinjaman program Rp15,25 triliun dan pinjaman proyek Rp39,02 triliun.Lukita memaparkan, pada 2012, program yang akan dijalankan melalui pendanaan pinjaman luar negeri a.l. program Mass Rapid Transit (MRT) di DKI Jakarta yang nilainya mencapai Rp1,5 triliun bersumber dari JICA, program Water resources and irrigation system management project (WISMP-2) sebesar Rp147,8 miliar yang bersumber dari world bank, dan program Simeulue physical infrastructure project-phase II senilai Rp81,2 miliar yang bersumber dari Islamic Development Bank (IDB)."Yang dari World Bank, kita bicara itu soal pengerukan sungai. [Selain itu] ADB ada yang berkaitan dengan listrik, ada juga yang berkaitan dengan jalan di perbatasan di Kalimantan Barat. IDB itu juga infrastruktur jalan," ujarnya.Realisasi 2011Berdasarkan paparan Kementerian Keuangan, sepanjang 2011, penyerapan pinjaman luar negeri (bruto) sebesar Rp31,7 triliun dari target Rp56,2 triliun. Adapun pinjaman program terealisasi sebesar Rp13,6 triliun (70,7%) dan pinjaman proyek (bruto) sebesar Rp18,1 triliun (49.0%).Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo menuturkan realisasi pembiayaan luar negeri yang terbilang rendah disebabkan oleh pembatalan penarikan pinjaman proyek Low Carbon dan Resilient Development Program, lebih rendahnya penarikan pinjaman proyek dan penerusan pinjaman. (faa)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Diena Lestari
Editor : Dara Aziliya

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper