Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pakar Ungkap Dampak Pengenaan Bea Keluar Batu Bara saat Ekspor Lesu

Wacana pemerintah untuk menambah penerimaan negara melalui pungutan bea keluar emas dan batu bara berpotensi menekan pelaku industri.
Truk membawa batu bara di tambang milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA)  di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim , Sumatra Selatan, Rabu (18/10/2023). Bisnis/Abdurachman
Truk membawa batu bara di tambang milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA) di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim , Sumatra Selatan, Rabu (18/10/2023). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menilai Pengamat menilai wacana pemerintah untuk menambah penerimaan negara melalui pungutan bea keluar emas dan batu bara berpotensi menekan pelaku industri.

Wacana pungutan bea keluar itu sebelumnya muncul dari Ketua Komisi XI DPR sekaligus pimpinan Panja Penerimaan Mukhamad Misbakhun yang melaporkan hasil rapat panja, yang salah satunya menyepakati kebijakan teknis kepabeanan dan cukai sebagai implementasi kebijakan umum perpajakan.   

DPR dan pemerintah menyepakati perluasan basis penerimaan bea keluar terhadap produk emas dan batu bara di mana pengaturan teknisnya mengacu pada pengaturan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

Ketua Badan Kejuruan Teknik Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (BK Tambang PII) Rizal Kasli menilai kebijakan itu bakal berdampak signifikan bagi pelaku usaha, khususnya batu bara. Apalagi, harga emas hitam itu kini tengah anjlok.

"Dampaknya akan sangat signifikan bagi industri pertambangan batu bara mengingat saat ini komoditas tersebut sedang tertekan harganya. Tentu akan berdampak kepada keuntungan bisnis tersebut," ujar Rizal kepada Bisnis, Rabu (9/7/2025).

Ucapan Rizal tentu bukan isapan jempol. Harga batu bara acuan (HBA) sepanjang tahun ini relatif turun. Tercatat HBA untuk batu bara kalori tinggi dalam kesetaraan nilai kalori 6.322 kcal/kg GAR pada periode pertama Juli 2025 ditetapkan sebesar US$107,35 per ton. Angka itu turun dibanding Januari 2025 yang senilai US$124,01 per ton.

Rizal menuturkan, pemerintah memang sedang menggenjot pendapatan negara di tengah gejolak geopolitik global yang saat ini terjadi. Namun, dia mengingatkan agar pemerintah dapat mempertimbangkan kembali rencana pengenaan bea kelauar untuk emas dan batu bara itu.

"Mengingat saat ini juga terjadi kelesuan impor batu bara oleh China yang menjadi penentu harga batu bara global," imbuhnya.

Dia mengatakan, lesunya permintaan batu bara dari China itu membuat harga terus turun. Selain itu, dia mengatakan, para pelaku usaha juga ternah menanggung beban pengenaan royalti.

Saat ini, kata Rizal, pemerintah juga sudah melakukan perubahan untuk prosentase royalti terhadap komoditas batu bara dan bahkan ada yang mencapai 28% terutama untuk Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) atau kelanjutan perpanjangannya.

"Apabila harga terus menurun dan pengeluaran tambahan meningkat tentu saja akan dilakukan rasionalisasi stripping ratio sehingga terganggunya konservasi batu bara ke depan," ucap Rizal.

Sebelumnya, Kementerian ESDM pun buka suara terkait wacana pengenaan bea keluar batu bara dan emas tersebut. Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan, pihaknya belum mendapat informasi detil dari wacana tersebut. Pihaknya pun belum berbicara dengan Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Oleh karena itu, ke depan pihaknya bakal melakukan pembahasan dengan Kemenkeu.

"Kami akan duduk bersama Kemenkeu," kata Yuliot di Le Meridien Hotel Jakarta, Selasa (8/7/2025).

Dia menjelaskan, penetapan bea keluar untuk emas dan batu bara harus dilihat secara adil. Menurutnya, kebijakan itu pun harus mengacu pada harga di pasar internasional.

Dengan kata lain, jika harga internasional sedang anjlok, sementara pungutan bea keluar diberlakukan, maka pelaku usaha bisa tertekan.

"Kalau permintaanya lemah, [lalu] kenakan kenakan bea keluar, justru ini akan berdampak. Jadi ini gak ada yang beli juga. Jadi kita melihat kompetitif dari komoditas yang kita miliki," jelas Yuliot.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper