Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Korsel Siap Revisi Regulasi untuk Hindari Tarif 25% dari AS

Pemerintah Korea Selatan juga berkomitmen mempercepat proses negosiasi guna mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
Indeks Kosdaq yang naik terpantau dalam sebuah layar di Korea Exchange (KRX), Seoul, Korea Selatan pada Rabu (4/6/2025). Indeks saham Korea Selatan naik setelah kemenangan Lee Jae-Myung dalam pemilihan presiden Negeri Ginseng. / Bloomberg-SeongJoon Cho
Indeks Kosdaq yang naik terpantau dalam sebuah layar di Korea Exchange (KRX), Seoul, Korea Selatan pada Rabu (4/6/2025). Indeks saham Korea Selatan naik setelah kemenangan Lee Jae-Myung dalam pemilihan presiden Negeri Ginseng. / Bloomberg-SeongJoon Cho

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Korea Selatan akan memperbaiki aturan dan regulasi domestik untuk menurunkan hambatan non-tarif setelah mendapat surat resmi dari Presiden AS, Donald Trump, yang menetapkan tenggat baru pada Agustus 2025 untuk pemberlakuan tarif 25%.

Kementerian Perindustrian Korea Selatan dalam pernyataan resminya dikutip dari Bloomberg pada Selasa (8/7/2025) memandang surat ini sebagai bentuk perpanjangan masa tenggang sebelum penerapan tarif timbal balik hingga 1 Agustus. 

Pemerintah Korea Selatan juga berkomitmen mempercepat proses negosiasi guna mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.

“Kami akan memanfaatkan momentum ini untuk mendorong pertumbuhan industri strategis melalui kemitraan manufaktur antara kedua negara, sekaligus memperkuat sistem dan regulasi domestik—hal yang menjadi perhatian utama AS dalam upaya mereka mengurangi defisit perdagangan,” tambah Kementerian Perindustrian.

Kebijakan tarif 25% secara menyeluruh terhadap seluruh pengiriman barang dari Korea Selatan merupakan lanjutan dari ancaman sebelumnya yang dijadwalkan mulai berlaku pada 9 Juli jika tidak tercapai kesepakatan.

“Mohon dipahami bahwa tarif ini diperlukan untuk mengoreksi kebijakan tarif dan non-tarif Korea yang selama bertahun-tahun menyebabkan defisit perdagangan yang tidak berkelanjutan terhadap Amerika Serikat,” tulis Trump dalam surat yang diunggah di platform Truth Social.

Negosiasi antara Korea Selatan dan AS sempat terhambat oleh gejolak politik domestik selama enam bulan terakhir, menyusul upaya mantan Presiden Yoon Suk Yeol untuk memberlakukan darurat militer. 

Pemerintahan baru di bawah Presiden Lee Jae Myung kini tengah berupaya mengejar ketertinggalan, di tengah tekanan Washington terhadap banyak negara mitra untuk segera menandatangani kesepakatan dagang.

Otoritas perdagangan Korea menyebut bahwa sektor digital, khususnya yang terkait dengan perusahaan teknologi AS, menjadi salah satu topik utama dalam perundingan bilateral.

Surat Trump muncul bersamaan dengan kunjungan delegasi perdagangan dan keamanan nasional Korea Selatan ke Washington dalam upaya terakhir untuk menghindari tarif hukuman. 

Dalam pertemuan Senin waktu setempat, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan kepada Penasihat Keamanan Nasional Korsel Wi Sung-lac bahwa dia berharap kedua negara dapat terus menjalin komunikasi erat guna mencapai kesepakatan sebelum tenggat Agustus, demikian pernyataan dari kantor kepresidenan Korea Selatan.

AS merupakan mitra dagang terbesar kedua bagi Korea Selatan setelah China, dengan pangsa 18,7% dari total ekspor yang mencapai US$127,8 miliar pada 2024. Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) mencatat defisit perdagangan AS terhadap Korea Selatan mencapai US$66 miliar tahun lalu, menjadikannya yang kedelapan terbesar secara bilateral. Angka ini menarik perhatian Trump, yang kerap menyebut defisit perdagangan sebagai ancaman darurat nasional.

Ekonom ING, Inga Fechner dan Carsten Brzeski dalam laporannya menyebut, meski surat-surat Trump bernada ultimatum, kenyataannya dia telah memundurkan tenggat dari 9 Juli menjadi 1 Agustus untuk tetap membuka ruang tercapainya kesepakatan.

“Surat-surat ini memberi sedikit waktu tambahan untuk pengiriman dan negosiasi, tetapi juga menunjukkan bahwa drama tarif masih akan berlanjut," jelasnya.

Jika gagal mencapai kesepakatan dalam masa tenggang tersebut, beban terhadap ekonomi Korea Selatan—yang sangat bergantung pada ekspor—diperkirakan akan semakin berat. 

Ekonomi negara tersebut telah menyusut pada kuartal I/2025, sementara ekspor masih menyumbang lebih dari 40% dari PDB. Produk seperti chip, ponsel pintar, mobil, dan baterai Korea juga menjadi bagian penting dari rantai pasok global.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper