Bisnis.com, JAKARTA — PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) mengusulkan Rancangan Undang–Undang (RUU) Pengelolaan Ruang Udara Nasional perlu mencakup perubahan atau revisi pada rute jaringan penerbangan domestik.
Direktur Utama GIAA, Wamildan Tsani menjelaskan upaya tersebut diperlukan guna meningkatkan efisiensi dan konektivitas antar daerah.
“Kami izin memberikan masukan [contohnya untuk] rute Jakarta – Denpasar dan Denpasar - Jakarta terkait pengelolaan ruang udara yang saat ini,” kata Wamildan dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Panitia Khusus DPR RI, Selasa (1/7/2025).
Wamildan berpandangan, rute eksisting Jakarta – Denpasar maupun sebaliknya saat ini dinilai masih kurang ekonomis.
Dia merinci, rute penerbangan Jakarta – Denpasar melebar ke arah utara lantaran maskapai perlu menghindari area Pangkalan TNI AU Iswahjudi yang terletak di Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Alhasil, total jarak rute Jakarta – Denpasar mencapai 605 nautical mile. Dengan rute tersebut, total bahan bakar yang dibutuhkan mencapai 4.353 kilogram (Kg) avtur. Padahal, apabila rute tersebut ditarik garis lurus saja, maka akan ada pemangkasan jarak mencapai 4 mile.
Baca Juga
Hal serupa juga terjadi pada rute penerbangan Denpasar – Jakarta dengan total jarak mencapai 670 nautical mile dengan penggunaan bahan bakar yang lebih jumbo mencapai 4.609 kg avtur.
“Apabila kita bandingkan baik dari Cengkareng - Denpasar dan Denpasar - Cengkareng di sini ada perbedaan jarak sejauh 22 nautical mile dengan fuel yang lebih hemat 119 kg [apabila menggunakan asumsi rute baru],” ujarnya.
Untuk diketahui, RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) merupakan salah satu rancangan Undang–Undang yang masuk ke dalam Program Legislasi Nasional 2024.
Mengutip laman perpustakaan.dpr.go.id, RUU PRUN tersebut telah berproses sangat lama pada tingkat pembahasan dan penyusunan oleh Pemerintah. RUU ini pertama kali disusun pada tahun 2003 dan telah berpindah-pindah penyusunannya oleh beberapa instansi.
Nantinya, RUU PRUN bakal mengatur aspek-aspek yang belum diatur di sejumlah regulasi yang telah terbit.
Adapun, aspek-aspek yang belum diatur secara tuntas tersebut meliputi belum adanya ketetapan secara hukum terkait batas horizontal dan vertikal dari ruang udara nasional serta pengaturannya.