Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ancaman Ganda Pelemahan Konsumsi Rumah Tangga China ke Ekonomi RI

Pelemahan daya beli di China membawa ancaman ganda bagi perekonomian Indonesia.
Benera China berkibar di kawasan bisnis dan pusat finansial yang terletak di Shanghai, China. JIBI/Feni Freycinetia
Benera China berkibar di kawasan bisnis dan pusat finansial yang terletak di Shanghai, China. JIBI/Feni Freycinetia

Bisnis.com, SINGAPURA — Lemahnya permintaan domestik di China berpotensi mendorong lonjakan ekspor barang murah ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Kondisi ini dikhawatirkan akan memberikan tekanan tambahan terhadap sektor manufaktur nasional yang sedang berupaya pulih.

Assistant Director East Asian Institute di National University of Singapore Chen Gang menjelaskan bahwa perekonomian China mengalami tekanan besar akibat perang dagang dengan Amerika Serikat (AS).

Menurut Chen, kebijakan Presiden AS Donald Trump mendorong China untuk memikirkan ulang fundamental perekonomiannya, dari yang selama ini terlalu mengandalkan pertumbuhan ekspor menjadi konsumsi rumah tangga.

Dia meyakini bahwa pemerintah China sadar betul akan hal itu. Chen mencontohkan bahwa pada September 2024, pemerintah China mengumumkan paket stimulus perekonomian dengan total 12 triliun yuan atau setara sekitar US$1,65 triliun.

Masalahnya, strategi China dalam mendorong konsumsi itu belum menunjukkan hasil yang signifikan. Misalnya, pengeluaran perkapita rumah tangga di China kembali mengalami penurunan usai pengumuman paket stimulus, dari US$332,5 per kapita pada September 2024 menjadi US$323 per kapita pada Desember 2024.

Indeks kepercayaan konsumen juga belum pulih, selalu berada di bawah level 100 sejak April 2022. Padahal sebelumnya selalu berada di atas level 110.

"Jadi, stimulus tersebut tidak memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga. Kita tahu bahwa pendapatan rumah tangga sangat berkaitan erat dengan konsumsi domestik," ujar Chen dalam paparan dalam sebuah lokakarya National Press Foundation di Singapura yang diikuti Bisnis, belum lama ini.

Menurutnya, kapasitas produksi di China masih sangat besar, sementara harga barang cenderung terus menurun karena tekanan deflasi. Misalnya, indeks harga konsumen turun 0,7% dan 0,1% secara tahunan pada Februari dan Maret 2025.

Chen pun tidak heran apabila Negeri Panda itu akan kembali mendorong ekspor lebih banyak untuk mendorong pertumbuhan ekonominya, usai peningkatan konsumsi rumah tangga tidak berhasil.

Ancaman bagi Indonesia

Masalahnya, China merupakan negara tujuan ekspor terbesar Indonesia beberapa tahun terakhir. China juga merupakan negara importir terbesar ke Indonesia.

Pada 2024 misalnya, ekspor nonmigas Indonesia ke China mencapai US$60,22 miliar (setara 24,2% dari total ekspor nonmigas sebesar US$248,83 miliar); sementara itu nilai impor nonmigas dari China mencapai US$71,63 miliar (setara 36,29% dari total impor nonmigas sebesar US$197,38 miliar).

Artinya, produk-produk China berpotensi membanjiri pasar Indonesia akibat harganya yang semakin turun sekaligus lemahnya permintaan domestik di Negeri Panda.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper